telusur.co.id - Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Yevri Sitorus, mengingatkan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, soal masalah konflik tanah yang tak pernah selesai di berbagai daerah dan masih terus terjadi hingga kini. 

Menurutnya, kasus-kasus pertanahan ibarat bom waktu yang bisa meledak kapan saja dan dapat menggemparkan Indonesia.

"Karena saya kira semua tentu paham bahwa persoalan konflik tanah agraria seperti bom waktu bagi negara ini," kata Deddy dalam rapat Komisi II bersama Kementerian ATR/BPN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025). 

Sebab itu, ia meminta kepada Menteri ATR/BPN untuk dapat menegakkan keadilan dalam menyelesaikan kasus-kasus sengketa tanah tanpa tebang pilih. 

"Jadi ini adalah sumbu ledak yang kita enggak tahu kapan akan meledak di negara ini sehingga perlu hati-hati dalam soal keadilan agararia," ujarnya. 

Bahkan, dia juga menilai tak mungkin terjadi konflik tanah di mana-mana dan ada mafia tanah jika ATR/BPN tak terlibat. 

"Kemudian dulu pertemuan pertama kita saya mengatakan bahwa tidak akan ada mungkin mafia tanah tidak akan ada konflik kalau tidak ada keterlibatan di ATR/BPN, tapi kan hari ini itu terbukti," urainya. 

Lebih lanjut, politisi PDI Perjuangan itu juga mempertanyakan soal sanksi yang didapat dari keterlibatan oknum pegawai BPN dalam kasus-kasus tanah. 

"Tetapi yang menjadi pertanyaan saya ini kenapa sanksi berat? Apakah ini persoalan administrasi atau persoalan pembegalan hukum Pak," tanya Deddy 

"Kalau hanya sanksi berat Pak, ini akan berulang terus di mana-mana, kalau hanya inspektorat yang turun tidak akan ada yang namanya efek jera, ya paling sanksi berat," sambungnya. 

Lebih jauh lagi, Deddy menilai jika tak ada sanksi hukum yang didapat, maka itu hanya terus membuka ruang kepada pegawai-pegawai di BPN untuk berpikir agar melakukan perbuatan tersebut karena dirasa lebih menguntungkan daripada harus bekerja selama bertahun-tahun. 

"Di kantong gua udah 30 milyar, kalau gua makan gaji berapa tahun sampe pensiun gak dapet 30 milyar, begitu-gitu aja kita Pak. Saya kira tidak cukup hanya sanksi berat tapi harus proses hukum karena ini kejahatan, bukan mall praktek yang hanya berkosekuensi sanksi. Ini saya kira perlu menjadi perhatian," demikian Deddy.

 

Laporan: Dhanis Iswara