telusur.co.id - Ketua FAKTA Azaz Tigor Nainggolan menyoroti harta kekayaan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Arifin yang jauh lebih besar dari kepala dinas lainnya di Ibu Kota. 

Berdasarkan Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dihimpun KPK, harta kekayaan Arifin mencapai sekitar Rp24,5 miliar per tahun 2021. Pasalnya, Arifin tercatat memiliki dua bidang tanah serta tujuh bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Jakarta Barat, Tangerang, dan Jakarta Timur. 

Hal tersebut menjadikan Arifin sebagai pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terkaya. Azaz pun membandingkan, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) yang sekarang menjadi Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Budaya dan Pariwisata Marullah Matali tercatat memiliki 16 bidang tanah, dua bangunan, tiga serta tanah dan bangunan dengan total nilai Rp4,6 miliar. 

"Tingginya angka kekayaan yang dimiliki oleh Kasatpol PP Arifin itu sangat mencengangkan. Angka tinggi tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dan kecurigaan tentang cara Arifin mendapatkan kekayaan itu," ujarnya kepada wartawan, dikutip Selasa (20/12/22).

Azaz menjelaskan, berdasarkan Pergub 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Pergub Nomor 19 Tahun 2020 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai, PNS DKI yang mendapatkan TPP tertinggi adalah Sekda sebesar Rp127.710.000.

Sedangkan untuk gaji pokok Asisten Sekda sebesar Rp63.900.000, sedangkan Kepala Dinas kisaran Rp 55-60 juta.  Untuk gaji pokok, para kepala dinas dan pejabat eselon II di Pemprov DKI per bulan adalah menerima di kisaran Rp 3.044.300 hingga Rp 5.901.200 per bulan. 

"Mengukur dari aturan ini, Arifin baru tahun 2019 diangkat oleh Gubernur Jakarta saat itu menjadi Kasatpol PP, kok harta kekayaannya bisa sedemikian besarnya?" ungkap Azaz heran.

Belum lagi, menurutnya dari sisi prestasi kerja dapat dikatakan Arifin sebagai Kasatpol PP sangat minim. Ia menyebut banyak pengaduan masyarakat Jakarta tentang hancurnya trotoar akibat dikuasai oleh pedagang kaki lima.

"Hingga saat ini terkesan Satpol PP membiarkan pedagang kaki lima meraja lela, menduduki trotoar seperti terjadi di kawasan Kota Tua dan kawasan sekitar Grand Indonesia," ungkapnya.

"Jika kita melewati jalan Kebon Kacang, kawasan Grand Indonesia, akan melihat dan mengalami kemacetan akibat dari penguasaan jalan untuk parkir liar serta warung-warung liar yang merampas badan jalan," sambung Azaz.

Dengan begitu, ia mencurigai bahwa selama ini ada dugaan oknum Satpol PP yang melindungi keberadaan pedagang-pedagang liar di trotoar. 
 
"Informasi yang saya dapat bahwa ada setoran wajib sekitar Rp1 juta sampai Rp1,6 juta dipungut dari setiap warung liar oleh oknum Satpol PP. Begitu pula setiap pedagang kaki lima yang menjual makanan minuman saat Hari Bebas Kendaraan' Bermotor (HBKB) pada setiap hari Minggu dipungut oleh oknum Dinas Perhubungan biaya Rp180 ribu setiap bulannya," paparnya.

Atas hal itu, Azaz meminta agar Inspektorat DKI Jakarta dapat melakukan penyelidikan untuk mengungkap hal tersebut ke publik.

"Seharusnya segera ditindaklanjuti pemeriksaannya oleh Inspektorat Pemprov Jakarta. Informasi betapa kaya rayanya pejabat Pemprov Jakarta itu sangat jelas," tegasnya.

"Setidaknya Inspektorat bisa mulai memeriksa 25 orang Kepala Dinas dan Deputi Gubernur Jakarta berdasarkan data dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) periode 2021," katanya. [Fhr]