telusur.co.id - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menggandeng berbagai pihak atau kolaborator dalam meningkatkan rasio kewirausahaan hingga 3,95 persen di tahun 2024. Sehingga diharapkan mampu melahirkan entrepreneur yang andal, inovatif, dan kompetitif dalam persaingan global, salah satunya melalui platform Entrepreneur Hub.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, Indonesia perlu menyiapkan entrepreneur andal, meskipun jumlah UMKM cukup banyak mencapai 64 juta, tetapi sebagian besar masih berskala usaha mikro atau ekonomi subsisten.
“Yang perlu disiapkan betul-betul adalah keinginan menjadi entrepreneur. Di negara maju rasio kewirausahaannya mencapai 10 hingga 12 persen. Indonesia harus mampu melahirkan anak muda berpendidikan tinggi yang masuk dunia bisnis, mendorong anak muda atau educated people berbisnis, supaya pengusaha kita bisa bersaing di kancah dunia,” kata Teten dalam kegiatan Entrepreneur HUB Jakarta bertajuk ‘Pengembangan Ekosistem Kewirausahaan untuk Mewujudkan Wirausaha Mapan, Usaha yang Inovatif dan Berkelanjutan,’ di Jakarta, Rabu (5/4/23).
Selain itu, KemenKopUKM juga memiliki target ambisius di mana 1 juta wirausaha baru bisa lahir di tahun 2024 dalam proses menuju negara maju. Namun masih ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dan kerja keras, guna mengantarkan Indonesia menjadi negara maju.
“Selama ini kami juga mendorong pengembangan ekosistem entrepreneur. Misalnya ekosistem yang terhubung ke digital supaya para pelaku UMKM lebih mudah mengakses pembiayaan. UMKM juga terhubung ke rantai pasok industri, menjadi pemasok komponen bahan baku, serta barang jadi. Sehingga UMKM tidak terpinggirkan, tetap menjadi rantai pasok industri, bagian dari industrialisasi,” ucap Teten.
Ia menyebut, saat ini baru sekitar 7 persen UMKM yang masuk rantai pasok indutri. Untuk itu perlunya didorong ekosistemnya dengan pembentukan KUR Klaster. Mereka yang sudah terhubung ekosistem digital ke rantai pasok, akan memudahkan perbankan dalam memberikan pinjaman.
“Termasuk mendorong konsolidasi usaha-usaha kecil ke koperasi. Pelaku usaha mikro susah naik kelas kalau berbisnis sendiri-sendiri, dengan bergabung ke koperasi akan memudahkan usaha mikro tumbuh berkembang. Belanja Pemerintah sebesar 40 persen ke produk UMKM juga menjadi bagian dari ekosistem dalam menjamin UMKM punya captive market,” katanya.
Pembiayaan juga kata MenKopUKM, masih menjadi masalah utama, lantaran gap pemberian kredit yang masih besar. Di mana kredit perbankan ke UMKM baru sekitar 21 persen, sementara lapangan kerja diciptakan 90 persen oleh UMKM. “Hal ini mesti di-adressed. Perbankan mengurangi risiko bisnis UMKM lantaran NPL yang tinggi. Kita bisa buat ekosistem tadi supaya gap pembiayaan bisa diminimalisir,” katanya.
Teten menambahkan, kementeriannya juga terus mendorong UMKM untuk go digital. Di mana UMKM yang mengalami kesulitan aset akan di-match dengan agenda besar dengan kemudahan pembiayaan UMKM melalui credit scoring.
Diharapkan ekosistem sama-sama dimunculkan inkubator bisnis di berbagai daerah dan kampus.
“Kita harapkan Entrepreneur Hub ini bisa terus implementatif, inovatif dan berkelanjutan, serta meningkatkan jumlah dan peran pemangku kepentingan dalam pengembangan kewirausahaan, yang pada akhirnya akan meningkatkan angka rasio kewirausahaan di Indonesia,” kata Teten.[Fhr]