telusur.co.id -Pemerhati Hukum Tata Negara (HTN) Said Salahudin menilai, pembubaran kegiatan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Surabaya, merupakan tindakan yang tidak demokratis. Aksi itu dapat digolongkan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia. 

"Komnas HAM tidak boleh menutup mata terhadap kejadian tersebut," kata Said di Jakarta, Selasa (29/9/2020).

Said menegaskan, aksi blokade, ‘sweeping’, dan pengusiran oleh kelompok massa yang diikuti tindakan pembubaran aparat, telah mengoyak tiga pondasi hak-hak sipil dan politik warga negara, yakni ‘freedom of association atau hak dan kebebasan berserikat, ‘freedom of assembly’ (hak untuk berkumpul), dan ‘freedom of expression’ (hak serta kebebasan untuk menyatakan pendapat).

Dalam sebuah negara demokratis, lanjut Said, hak-hak itu seharusnya diakui, dihormati, dilindungi, difasilitasi, serta dipenuhi oleh negara, bukan justru sebaliknya.

"Apa artinya 75 tahun kita merdeka jika prinsip-prinsip kebebasan itu tidak dapat diaktualisasikan oleh warga negara? ‘there is no independence without freedom'," tuturnya.

 Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma) ini menjelaskan, KAMI merupakan gerakan yang ingin mengupayakan pembebasan sistem kenegaraan dari kungkungan struktur pemerintahan yang tidak adil. 

Salah satu fungsi dari konstitusi adalah membebaskan negeri ini dari struktur ketidakadilan di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Di konstitusi disebut sebagai ‘liberating constitution’.

"Kalaulah benar KAMI itu kelompok barisan sakit hati, mereka memiliki agenda politik untuk men-downgrade pemerintahan, dan sebagainya, apakah dengan sendirinya mereka kehilangan hak asasi untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapatnya di negeri ini? Kan semestinya tidak demikian," tuturnya.

Konstitusi juga menegaskan bahwa setiap orang wajib menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Dalam konteks itu, perbedaan pandangan politik tidak boleh dijadikan sebagai alasan oleh kelompok yang tidak setuju pada gerakan KAMI untuk melakukan aksi pengadangan, blokade, pembubaran, atau pengusiran. 

"Kalau tidak setuju dengan pemikiran KAMI, maka kelompok masyarakat itu boleh saja menyuarakan penolakan lewat berbagai cara. Melalui aksi demonstrasi pun boleh. Tetapi tidak semestinya diikuti dengan aksi persekusi," tandasnya.[Fhr]