Kasus Pinjol Ilegal Makin Meresahkan, DPR: Perlu Diselesaikan dari Hulu - Telusur

Kasus Pinjol Ilegal Makin Meresahkan, DPR: Perlu Diselesaikan dari Hulu

Ilustrasi pinjaman online

telusur.co.id - Banyak kasus pinjaman online (pinjol) peer to peer lending ilegal yang memakan korban masyarakat. Pihak Polri pun melakukan penggrebekan seperti yang terjadi di Sleman, Yogyakarta. Kominfo juga sejak 2018 telah memblokir (memutus akses) 4.873 konten fintech ilegal yang tidak terdaftar di OJK.

Anggota Komisi I DPR Sukamta, mengapresiasi kesigapan pemerintah untuk memberantas pinjol ilegal. Kominfo juga sejak 2018 telah memblokir (memutus akses) 4.873 konten fintech dan aplikasi-aplikasi fintech ilegal yang banyak memakan korban masyarakat. 

"Saya juga mendorong pemerintah agar terus menegakkan hukum. Tapi tindakan pemberantasan di hilir seperti ini belum cukup, kita juga perlu selesaikan pokok masalahnya di hulu," kata Sukamta kepada wartawan, Sabtu (16/10/21).

Menurut Sukamta, kasus seperti ini ada karena sebuah kebutuhan dari masyarakat terhadap pinjaman. Kebutuhan di sini ada yang memang benar-benar kebutuhan, sudah kepepet karena terdampak pandemi, ada juga yang butuh lantaran konsumtif. 

"Mereka ditolak pengajuannya oleh Pinjol legal atau bank resmi yang memang memiliki persyaratan yang ketat. Lalu mereka tergiur oleh Pinjol ilegal yang menawarkan kemudahan dalam mengajukan pinjaman mampu menarik banyak masyarakat, meskipun bunganya mencekik. Lintah darat versi online," ungkapnya. 

Untuk itu, Sukamta mengimbau masyarakat mengerem diri, mengurangi konsumsi yang tidak perlum. Jika pada akhirnya terlibat dengan pinjol ilegal ini. 

"Lebih baik tidak membeli kebutuhan sekunder atau tersier, daripada terjebak pinjol. Lebih baik menghindari riba karena membuat sengsara. Jika memang benar-benar butuh, ya tentunya perlu pengelolaan kebutuhan yang disesuaikan dengan kemampuan menyicil pinjol. Ini literasi keuangan," tuturnya.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR ini juga berharap masyarakat memahami literasi digital di bidang fintech. Teknologi seperti apa yang digunakan pinjol, agreement dan permission apa saja yang dipersyaratkan oleh Pinjol terhadap nasabahnya. Masyarakat harus pintar dan berhati-hati dalam memilih alpikasi pinjol. 

"Edukasi kepada masyarakat ini menjadi tugas kita bersama. Selama ini sudah berjalan, di antaranya lewat program Kementerian Kominfo, tapi perlu digalakkan lagi," ucapnya. 

Selain itu, aspek kemajuan teknologi finansial (fintech). Dengan teknologi digital seperti sekarang, dimungkinkan transaksi keuangan secara elektronik. Calon nasabah mengajukan pinjaman secara online dengan syarat-syarat administrasi. Lalu pihak pinjol akan melakukan verifikasi data, di antaranya melalui akses verifikasi data di Dukcapil. Kemudian verifikasi menggunakan CAMILAN (camera, microphone, location).

Kemudian, aspek regulasi. OJK membolehkan akses IMEI. OJK mempertimbangkan, jika akses data oleh Pinjol hanya dilakukan melalui CAMILAN, itu sangat beresiko. 

Ada yang handphone-nya bisa untuk pengajuan pinjaman beberapa kali dengan pinjol berbeda asalkan SIM Card nya berbeda. Dengan akses IMEI, potensi utang ganda seperti ini bisa dihindari.

Menurut Sukamta, di sinilah fakta penyimpangan di lapangan yang terjadi. Akses IMEI bisa melihat semua isi dari handphone, tidak hanya nama dan nomor kontak, tapi juga file-file video, foto, riwayat chat, dan seterusnya. 

Hal ini kemudian jadi alat pinjol untuk mengancam nasabah yang telat atau gagal bayar cicilan. Ada nasabah yang diancam pinjol dengan penyebaran konten-konten pribadinya ke kontak-kontak yang dimiliki.

Dari aspek di atas, Sukamta menekankan soal regulasi dan kebijakan yang merupakan persoalan hulu. Sejauh ini, kasus kejahatan terkait pinjol ilegal ini bisa dihukum menggunakan UU ITE seperti misalnya untuk kasus ancaman dan menakut-nakuti serta penyebaran konten asusila. 

UU ITE dilengkapi PP No 71 tahun 2019 tentang PSTE juga memberi kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap konten-konten yang melanggar peraturan-perundang-undangan. Tapi, perlu disempurnakan dalam aspek pelindungan data pribadi, dalam hal ini ia terus mendorong RUU Pelindungan Data Pribadi, yang sejauh ini deadlock, agar segera diselesaikan dan disahkan. 

"Kami juga mendorong kebijakan OJK yang memberi akses IMEI kepada pinjol dihapus saja. Verifikasi data yang terintegrasi dengan data Dukcapil ditambah SLIK / Sistem Layanan Informasi Keuangan milik OJK (sebelumnya BI checking) harusnya sudah cukup. Apalagi data tersebut terintegrasi dengan NIK dan nomor KK. SLIK juga bisa memberi tahu riwayat dan performa kredit nasabah. Jika persoalan hulu ini selesai, semoga persoalan di hilir akan lebih mudah diatasi," harap wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini.[Fhr

 

 


Tinggalkan Komentar