telusur.co.id - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diminta tidak mengeneralisasi anggapan bahwa semua pondok pesantren terafiliasi dengan jaringan terorisme. Namun, jika menemukan pondok pesantren yang terbukti terpapar paham radikal dan terorisme, segera mengambil tindakan.
"Tentu kalau ada buktinya, silakan ambil tindakan. Jangan kemudian hanya mengeluarkan isu, lalu semua pondok pesantren seperti dicurigai semuanya," kata Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla, usai menghadiri Rakernas PKS, Jakarta, Senin (31/1/22).
Mantan Wakil Presiden RI ini juga meminta BNPT memanggil satu per satu pesantren tersebut untuk dilakukan investigasi. Apabila terdapat bukti kuat terkait dugaan afiliasi paham radikal di pondok pesantren tersebut, JK mengimbau BNPT membuka data itu.
"Ya perlu (terbuka), kalau memang ada bukti (terafiliasi terorisme) itu; tapi harus yakin dan ada buktinya," ungkapnya.
Data tentang 198 pondok pesantren yang diduga terafiliasi dengan jaringan terorisme tersebut diungkapkan oleh Kepala BNPT Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, di Jakarta, Selasa (25/1/22).
Sementara itu, Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid dalam keterangannya, mengatakan data tersebut merupakan bentuk peringatan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan kewaspadaan.
"Tentu hal ini perlu dijernihkan agar masyarakat tidak terbawa narasi yang selalu mem-framing berbagai kebijakan untuk meningkatkan deteksi dini dan kewaspadaan dalam pengertian yang negatif," kata Ahmad.
Data BNPT yang diungkap Boy Rafli Amar dalam RDP dengan DPR tersebut, kata Ahmad, juga bukan merupakan generalisasi BNPT terhadap semua pondok pesantren.
"Sangat tidak benar dan tidak beralasan adanya narasi tuduhan terhadap BNPT yang seolah-olah menggeneralisasi dan memberikan stigma negatif terhadap pondok pesantren yang ada di Indonesia; apalagi menuduh data tersebut sebagai bagian dari bentuk Islamofobia," ujarnya.[Fhr]