telusur.co.id - Layanan belanja online alias e-Commerce, JD.ID mengumumkan akan menyetop menerima pesanan mulai 15 Februari 2023 dan perusahaan akan menutup total usaha pada 31 Maret. Pengumuman tersebut tercantum di website resmi JD.ID ketika diakses pada 30 Januari 2023
Menanggapi hal itu, pakar ekonomi dari Wiyatamandala Business School Assc Prof Darmadi Durianto menilai, keputusan JD.ID menghentikan layanan belanja online tidak terlepas dari strategi pemasaran yang terlalu berlebihan.
"Strategi bakar duit e-commerce selama ini ibarat gelembung (bubble) yang sulit dipegang artinya mereka gambling dengan kepastian. Padahal unsur kepastian menjadi sangat fundamental dalam membaca arah pasar. Jadi sejak awal sudah bisa diprediksi model bisnis semacam itu tidak akan mampu bertahan lama. Apalagi ini bisnis jasa, bisnis yang tingkat resikonya cukup tinggi," kata Darmadi kepada wartawan, Senin (30/1/23).
Selain strategi bakar duit, Bendahara Megawati Institute ini juga menilai, langkah JD.ID kerap menabrak aturan dasar ekonomi.
"Dalam teori ekonomi dasar kan kita kenal supply and demand. Dalam kerangka teori ini kan paling basic adalah adanya keseimbangan rantai pasok (supply chain) agar semua berjalan normal. Yang dilakukan mereka kan sebaliknya, keseimbangan pasar dirusak dengan merusak harga pasaran (predatory pricing). Ini salah satu penyebab mereka gagal mengikuti irama pasar," kata Anggota Komisi VI DPR RI itu.
Lebih lanjut, Darmadi menjelaskan, strategi bakar duit dan perilaku predatory pricing yang dilakukan startup-startup e-commerce merupakan kesalahan besar yang berakibat fatal kepada mereka sendiri.
"Bisnis plan mereka kurang kredible. Dari sisi teori dan praktek pun masih mentah. Mereka terlalu utopis dan tidak sadar bahwa karakteristik pasar itu tidak bisa dimonopoli secara absolut," ucapnya.
Melihat bertumbangannya e-commerce dengan kapital besar, Darmadi menyarankan agar ke depan negara membuat aturan yang berpijak pada prinsip keadilan ekonomi demi kepentingan bangsa dan negara.
"Selama ini mereka bebas menjalankan praktik dan bisnis plannya tanpa filter yang ketat. Sementara kontribusi mereka tidak begitu signifikan bahkan aliran uang keuntungan hasil bisnis mereka di sini banyak mengalir ke luar. Saatnya negara atur e-commerce-e-commerce ketika hendak menjalankan bisnisnya agar tidak ada lagi perilaku predatory pricing yang banyak merugikan pelaku ekonomi dalam negeri selama ini," tegas Anggota Baleg DPR RI itu.[Fhr]