telusur.co.id - Polri menegaskan bakal bertindak profesional, prosedur, transparan, objektif dan akuntabel dalam menyelidiki kasus dugaan ujaran kebencian bernada SARA dengan terlapor penceramah Bahar bin Smith. Kasus Bahar sendiri telah naik dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Hal tersebut disampaikan Kabagpenum Divhumas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/1/22).
"Satu hal yang tetap kami informasikan kepada media bahwa proses pelaksanaan penyidikan ini kita laksanakan objektif, transparan, dan profesional, berdasarkan aturan. Kemudian perkembangannya atau dinamikanya itu disesuaikan dengan progres hasil penyidikan yang berkembang," ujar Ramadhan.
Saat ini, kata Ramadhan, tim penyidik telah melakukan gelar perkara. Rencananya, Bahar bakal diperiksa pada Senin (3/1/22) besok.
"Sesuai dengan perkembangan hasil penyidikan, kami akan memeriksa saudara BS sesuai dengan surat panggilan yang sudah dikirimkan," jelasnya.
Seperti diketahui, Polda Jawa Barat telah meningkatkan kasus dugaan SARA yang menjerat Habib Bahar bin Smith dari penyelidikan menjadi penyidikan. Dalam kasus tersebut, sebanyak 50 orang saksi dan enam barang bukti sudah diperiksa penyidik.
Guna mempermudah mengidentifikasi para saksi, penyidik membagi dalam dua klaster tempat kejadian perkara (TKP). Klaster Bandung sebagai TKP awal tempat Bahar bin Smith ceramah yang diduga berisi ujaran kebencian sebanyak 15 orang saksi dan klaster Garut menjadi 10 saksi.
Kemudian saksi pelapor yang diperiksa sebanyak empat orang dan saksi ahli sebanyak 21 orang. Untuk barang bukti tambahan yang disita yakni satu buah ponsel pada klaster TKP Garut dan satu buah flashdisk pada klaster Bandung.
Semua barang bukti digital atau digital evidence telah disita, dan dikirim ke Laboratorium Digital Forensik Bareskrim Mabes Polri untuk dilakukan pemeriksaan.
Dalam kasus ini, Bahar diduga melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. (Ts)