telusur.co.id - Intelijen Israel memperkirakan kemungkinan negara Zionis ini memasuki perang nyata dan berskala besar di beberapa front pada tahun depan.
Menurut laporan Divisi Intelijen Staf Umum Militer Israel, seperti dilaporkan di surat kabar Haaretz, yang dikutip Rai Al-Youm, Rabu (12/4/23), rangkaian peristiwa baru-baru ini di berbagai front dapat mendorong perang ini meskipun secara tidak disengaja, dan meski Iran, Hizbullah dan Hamas diyakini tidak tertarik pada konflik langsung dan komprehensif, tapi mereka bersedia mengambil risiko dan bertaruh dengan berani melakukan operasi yang lebih ofensif, karena mereka melihat Israel melemah akibat krisis internal.
Haaretz menyebutkan bahwa Masjid Al-Aqsa masih menjadi sumber ledakan utama yang menyulut api, terutama setelah diserbu oleh polisi Israel dan terjadi serangan mereka terhadap jamaah di dalamnya, yang kemudian memicu penembakan roket dari Libanon, Suriah dan Gaza, dan terjadinya operasi anti-Zionis Lembah Yordan dan Tel Aviv.
Menurut Haaretz , Masjid Al-Aqsa akan tetap menjadi fokus perhatian hingga akhir Ramadan, apalagi bersinggungan dengan hari raya tiga agama, Paskah Yahudi, Paskah Kristen, dan Idul Fitri umat Islam.
Disebutkan pula bahwa eskalasi baru-baru ini terjadi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis Israel, karena berkurangnya minat AS terhadap apa yang terjadi di Timur Tengah, meningkatnya kepercayaan diri Iran, yang diekspresikan dalam upaya langsung untuk menantang Israel, dan peningkatan instabilitas di kancah Palestina.
Surat kabar itu mencatat bahwa Hamas menghindari konfrontasi militer di Gaza, tapi mencoba menyalakan front lain dengan berfokus pada serangan dari Yerusalem (Al-Quds) dan Tepi Barat, dan mendorong peluncuran serangan ini, pada saat Otoritas Palestina melemah akibat korupsi dan tenggelam dalam konflik yang semakin besar mengenai penggantian Presiden Mahmoud Abbas, yang digerakkan secara aktif oleh faktor-faktor eksternal, termasuk AS.
Di samping itu, kondisi frustrasi di kalangan generasi muda di Tepi Barat memperparah serangan anti-Israel, apalagi tersedia senjata dalam skala besar dan ada kemauan mereka untuk berperang dan keluar dengan senjata mereka di setiap operasi penembakan untuk membidik pasukan Israel, sehingga gesekan dan jumlah korban meningkat, dan suasanapun memanas.
Haaretz menyebutkan perkembangan tak biasa belakangan ini berupa penembakan roket dari Lebanon, dan serangan di Megiddo, dan menilai semua itu terjadi atas persetujuan Hizbullah, meskipun intelijen Israel tidak menyatakan demikian.
Para menteri Israel memberi tahu kabinet bahwa peluncuran roket itu dilakukan atas inisiatif Hamas di Lebanon, dan tampaknya diinstruksikan Saleh al-Arouri dan Khaled Meshaal, serta tampak pula bahwa Sekjen Hizbullah Sayid Hassan Nasrallah tidak mengetahui hal itu, sementara juga ada keraguan mengenai pengetahuan jajaran pimpinan di Gaza dikepalai oleh Yahya Sinwar dan Mohammad Al-Dhaif mengenai langkah tersebut.
Haaretz menyebutkan dugaan bahwa pertemuan antara Nasrallah, Ismail Haniyeh dan Saleh Al-Arouri bertujuan untuk menyepakati pengelolaan konflik dengan Israel. [Tp]