telusur.co.id - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan mantan koruptor maju Pilkada, setelah lima tahun bebas penjara, merupakan suatu keputusan yang bijak. Kendati, wacana soal eks koruptor maju Pilkada itu, awalnya menimbulkan banyak tafsir.
Begitu disampaikan oleh anggota Komisi II DPR Sodik Mudjahid kepada wartawan, Rabu (11/12/19).
“Pertama ada yang berpendapat mantan Napi tidak boleh maju sebagai sangsi sosial serta efek jera. Kelompok kedua berpendapat boleh maju karena mantan napi tetap mempunyai hak untuk memilih dan dipilih,” kata Sodik.
Menurut Sodik, Gerindra akan patuh pada putusan MK soal eks narapidana korupsi boleh maju Pilkada tersebut.
“Meskipun tetap aspiratif yakni seperti sudah dinyatakan oleh Sekjen Gerindra Ahmad Muzani meminta kepada DPC dan DPD se-Indonesia untuk tidak mencalonkan mantan napi dalam Pilkada,” papar Sodik.
Sodik menegaskan yang tidak kalah pentingya adalah KPU dan media memberikan pencerahan kepada masyarakat calon pemilih tentang latar belakang atau track record dari setiap kandidat Pilkada sebelum perhelatan itu dimulai.
Sodik pun meminta, agar efek jera kepada napi koruptor bisa lebih berat, guna demokrasi di Indonesia bisa jauh lebih sehat.
“Keputusan MK walau belum maksimal efek jera, tapi ada tambahan harapan munculnya efek jera. Memamg soal efek jera harus dilakukan secara simultan dalam berbagai bidang tidak hanya dalam Pilkada saja,” tukasnya.[Fh]