telusur.co.id - Anggota Komisi I DPR, Fadli Zon mengatakan, meskipun pelaksanaannya telah ditunda, namun kebijakan pemerintah untuk membuka opsi vaksin berbayar secara individual di tengah pandemi adalah kebijakan tidak etis, bahkan cenderung amoral.
Kata Fadli, di tengah situasi pandemi, vaksin seharusnya menjadi ‘public goods’, yang harus disediakan negara bagi semua orang secara gratis.
"WHO juga telah mengkritisi kebijakan vaksin gotong royong berbayar ini karena tidak etis dan mempersempit akses rakyat pada vaksin," ujar Fadli, Kamis.
Dengan tingkat vaksinasi yang baru menyentuh kurang lebih 5 persen penduduk, kebijakan mengubah vaksin menjadi ‘private goods’ adalah sebuah keputusan tak pantas.
Menteri Kesehatan sendiri telah mengakui bahwa vaksin berbayar adalah bisnis murni. Tentu yang namanya bisnis mencari keuntungan. "Ini bisa dianggap mengail di air keruh."
Rendahnya laju vaksinasi dalam empat bulan terakhir, yang selalu jauh di bawah target 1 juta dosis per hari, seharusnya direspon lemerintah dengan memperbaiki strategi dan metode pendistribusian vaksin, bukan malah diselesaikan dengan menyerahkannya kepada mekanisme pasar.
Ingat, BUMN adalah alat negara untuk mengintervensi pasar, mengontrol kegagalan pasar (market failure), dan meng-counter ketidakadilan pasar, bukan alat negara untuk mendapatkan keuntungan di tengah penderitaan rakyat. "Jadi, perilaku bisnis BUMN seharusnya berbeda dengan para pelaku pasar lainnya," kata Fadli. [ham]