telusur.co.id - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan, berdasarkan ketentuan di dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, sesungguhnya yang memiliki kewenangan untuk menetapkan jadwal Pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum.
"Dan secara produk hukum, jadwal tahapan Pemilu harus dirumuskan melalui peraturan KPU, yang oleh UU itu pula disebutkan bahwa setiap penyusunan Peraturan KPU, itu wajib dikonsultasikan dengan DPR dalam hal ini adalah komisi II DPR RI," kata Rifqinizamy dalam dialusi Dialektika Demokrasi bertajuk 'Otak Atik Penetapan Jadwal Pelaksanaan Pemilu 2024, Ada Apa?', di Media Center Parlemen, Senayan, Kamis (18/11/21).
Karena itu, kata dia, sesungguhnya fraksi PDIP sejak awal mengedepankan ketentuan norma ini dan mendukung jadwal yang telah disusun oleh KPU RI yakni pada 21 Februari 2024 atau setidak-tidaknya sebelum Bulan Ramadhan tahun 2024.
Menurutnya, ada beberapa alasan kenapa dirinya setuju dengan jadwal Pemilu yang disusun oleh KPU.
"Pertama, kita ingin jeda waktu antara Pileg dengan pemilihan kepala daerah itu jedanya cukup untuk menyelesaikan berbagai macam dinamika," ujarnya.
"Termasuk sengketa hukum, baik administrasi, etika, maupun hukum pidana termasuk terkait dengan sengketa di Mahkamah Konstitusi," sambungnya.
Karena, lanjut dia, hasil dari Pileg tahun 2024 terutama di tingkat provinsi, kabupaten/kota, akan menjadi baseline untuk mencalonkan gubernur, bupati dan wali kota pada pemilihan kepala daerah tahun 2024 yang oleh UU Nomor 10 tahun 2016 disebutkan dilaksanakan pada bulan November tahun 2024.
"Kalau pelaksanaannya bulan Mei, sebagaimana usul dari pemerintah melalui pernyataan Menkopolhukam Pak Mahfud MD, kita khawatir sengketanya nggak selesai lalu kemudian proses pencalonan kepala daerahnya bermasalah," terangnya.
Kedua, lanjut dia, perlu waktu yang cukup antara pelaksanaan Pilpres dengan akhir masa jabatan presiden. Karena tidak ada jaminan kontestan pada Pilpres tahun 2024 itu hanya 2 kontestan, amat memungkinkan lebih dari 2 kontestan.
"Dimana UUD 1945 menegaskan, pemenang Pilpres itu setidak-tidaknya memperoleh suara 50 persen plus 1. Kalau tidak mencapai itu, maka masuk pada putaran kedua. Kalau pelaksanaan Pilpresnya pada bulan Mei, maka kemudian kita tentu akan tergesa-gesa untuk mengejar pelantikan presiden pada 20 Oktober tahun 2024," urainya.
Dan yang ketiga, PDIP menghindari Ramadhan tahun 2024 itu menjadi masa kampanye, baik Pileg maupun Pilpres. pemilihan presiden.
"Jangan dicemari Ramadhan itu menjadi ajang kampanye terselubung, berkedok politik identitas, politik SARA dan seterusnya. Dan Ramadhan itu amat memungkinkan menjadi bahan bakar paling efektif untuk menyulut perpecahan di antara kita sebagai anak bangsa, kalau di bulan Ramadhan 2024 itu masuk masa kampanye," ungkapnya.
Karenanya, pihaknya memberi waktu agar antara KPU dengan pemerintah tidak lagi berbeda pandangan. Apalagi, KPU sudah bertemu dengan Presiden Jokowi yang didampingi Mendagri dan Mensesneg.
"Kabarnya sudah ada kesepakatan antara pemerintah dengan penyelenggara pemilu yang nampaknya tidak jauh berbeda dengan usul dari Fraksi PDIP," pungkasnya. [Tp]
Dukung Jadwal Pemilu KPU, PDIP Tidak Mau Bulan Suci Ramadhan Dijadikan Ajang Kampanye

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda