telusur.co.id - Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta memprotes tindakan miiter Israel yang melakukan penyerangan terhadap Masjid Al-Aqsha dan suporter Palestina.

Protes tersebut disampaikan dalam seminar internasional bertema "Membaca Israel dalam Lanskap Perdamaian Dunia" yang dihadiri langsung oleh duta besar Iran untuk Indonesia, Mahdi Raunak, di Aula ICC, Jakarta Selatan, Jumat (14/4/23). 

Mahdi Raunak secara tegas mengecam agresi Israel yang dilakukan baru-baru ini. Ia mengatakan bahwa pemerintah Iran selalu berusaha melakukan diplomasi politik untuk menghentikan intimidasi Israel terhadap bangsa Palestina.

"Dari tahun ke tahun Israel selalu melakukan kejahatan serupa (penyerangan terhadap bangsa Palestina). Kami selalu berupaya untuk berjuang melalui diplomasi dan politik kepada dunia internasional agar Israel menghentikan tindakannya," kata Mahdi Raunak.

Dalam paparannya, Dubes Iran mengatakan, setiap Jumat terakhir di bulan Ramadhan selalu didedikasikan untuk membela rakyat Palestina.

"Sejak masa Ayatullah Khomeini, beliau menyerukan agar umat muslim di seluruh dunia serentak memperingati hari Al-Quds yang bertepatan dengan hari Jumat terakhir di bulan Ramadhan untuk membela rakyat Palestina," kata Mahdi.

Dalam kesempatan itu, Dubes Iran juga menyinggung kembalinya hubungan Iran dan Saudi akan memperkuat harmoni politik kawasan yang selama ini sudah dipolitisir dan diadu domba oleh pihak Barat.

Mahdi optimis bahwa Arab Saudi lebih tertarik menjalin persahabatan kembali dengan Iran ketimbang dengan Israel.

"Negara-negara seperti Irak, Suriah, Yaman dan Lebanon terlibat konflik karena campur tangan Barat dan Amerika di kawasan. Dengan persabatan Iran dan Saudi, kita berharap persatuan rakyat di kawasan Timur Tengah dapat terwujud tanpa intervensi pihak manapun," ujarnya.

Selain Dubes Iran, pakar Timur Tengah Dina Sulaeman mengatakan bahwa problematika di Palestina menghambat perdamaian dunia.

"Israel menjadi batu sandungan yang sangat besar dalam cita-cita dunia damai. Semenjak PBB menetapkan Israel berdiri sebagai negara berdaulat di tanah Palestina, Barat memulai suatu drama ketidakadilan," Kata Dina Sulaeman.

Sementara, Ketua Ikatan Alumni Jamiah Al-Mustafa (IKMAL) Abdullah Beik mengatakan, perundingan damai dengan Israel hingga saat ini tak pernah memuaskan. Ia menyebut, selama ini Israel selalu melanggar kesepakatan damai bahkan seolah mendapat keleluasaan tanpa tersentuh hukum.

"Perundingan demi perundingan telah digelar namun Palestina tak kunjung mendapatkan kemerdekaannya. Israel justru menjadi negara yamg diberi keleluasaan tanpa tersentuh hukum internasional ketika melakukan pembangunan pemukiman ilegal di wilayah Palestina disertai kekerasan terhadap penduduk sipil. Tak ada tindakan berarti PBB atas kenyataan ini," kata Abdullah Beik. 

"Justru pada kenyataannya, PBB tak pernah memberikan sanksi tegas sebagaimana yang sering dilakukan untuk menghukum negara yang dipandang melakukan kekerasan dan penyerangan terhadap masyarakat sipil atau otoritas negara lain," tambahnya.

Shafinuddin Al-Mandari dari pihak Puskabi ICC yang merupakan panitia acara berpendapat bahwa Zionis Israel bukan negara yang bertujuan ikut serta dalam perdamaian dunia.

"Israel dalam lanskap perdamaian dunia adalah duri dan penghalang paling besar. Negara-negara di dunia sudah sampai pada saat yang tepat untuk menghentikan kekerasan di Palestina hanya dengan cara mendelegitimasi Israel," kata Shafinuddin."Adapun proposal Solusi Dua Negara, yang mengakui Israel maupun Palestina sebaiknya dikembalikan kepada pendapat rakyat Palestina secara independen. Jika saja rakyat Palestina tak menyetujuinya, maka PBB harus dapat menerima dengan kebesaran hati pengembalian seluruh wilayah Palestina yang diduduki Israel semenjak 1948," pungkasnya. [Tp]