telusur.co.id - Sebanyak 575 anggota DPR serta keluarganya dijadwalkan bakal menjalani rapid test Covid-19. Total keseluruhan yang akan ditest sebanyak 2.000 orang.
Kebijakan tersebut menuai kritik dari masyarakat yang mengatasnamakan sebagai Gerakan untuk Indonesia Adil dan Demokratis (GIAD).
GIAD diinisasi oleh beberapa pegiat aktivis seperti Arif Susanto, Jeirry Sumampow, Badi'ul Hadi, Kaka Suminta, Alwan Riantobi, Yusfitriadi, Ray Rangkuti dan Lucius Karus. Mereka menuntut rapid test mesti mendahulukan rakyat, bukan malah DPR beserta keluarganya.
"Belum lagi hampir semua yang masuk dalam rombongan anggota DPR ini tidak sedang mengalami gejala terjangkit virus corona. Mereka hanya dikejar oleh rasa takut yang keterlaluan, kalau-kalau virus mematikan itu sudah menjangkiti dirinya. Padahal jelas-jelas rapid test ini diprioritaskan bagi warga yang sudah menyandang status ODP dan PDP," demikian pernyataan GIAD, Selasa (24/3/20)
GIAD menganggap, kebijakan Setjen DPR melaksanakan rapid test kepada anggota DPR berserta keluarga membuat para pegiat atau aktivis ini miris dan bahkan jengkel.
"Sebab, di tengah situasi serba minim yang kita hadapi, baik karena lambannya gerak pemerintah dalam proses penanganan corona, termasuk kelangkaan alat medis bahkan untuk petugas medis sendiri, anggota DPR beserta keluarga justru ingin disitimewakan. Pengistimewaan ini menambah luka warga masyarakat kita," tegasnya.
Mereka menilai masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang berada di zona merah COVID-19, belum terlayani dengan semestinya. Mereka pun sangat menyayangkan langkah DPR yang lebih mengutamakan anggotanya dalam rapid test ini.
Oleh karena itu, Gerakan untuk Indonesia yang Adil dan Demokratis (GIAD) menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak pelaksanaan rapid test anggota DPR beserta keluarganya itu. Jika ada anggota DPR yang mengalami gejala terpapar virus corona, maka sebaiknya berinisiatif sesuai dengan petunjuk protokol penanganan COVID-19 yang dikeluarkan oleh pemerintah. Mereka bisa menjangkau pusat pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah.
2. Saat ini, berbagai elemen masyarakat tengah membangun semangat solidaritas untuk mengatasi pandemi corona diantaranya dengan melakukan penggalangan dana demi bisa membantu tenaga medis dalam mendapatkan APD yang memang masih jauh dari yang dibutuhkan. Banyaknya tenaga medis kita yang ikut terpapar virus ini membuktikan hal itu. Maka entah bagaimana cara berpikir anggota DPR tiba-tiba mendapatkan fasilitas rapid test disaat banyak kebutuhan mendasar baik untuk petugas medis maupun masyarakat umum belum terpenuhi.
3. Rapid test sebaiknya diprioritaskan bagi yang memang terindikasi mempunyai gejala terpapar corona. Bukan saja karena hal ini bisa menghemat keuangan negara atau dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lebih mendesak, juga karena secara umum, rapid test di Indonesia hanya ditujukan bagi mereka yang memiliki gejala awal COVID-19. Maka, rapid test untuk seluruh anggota DPR beserta keluarganya merupakan langkah yang berlebihan dan menambah beban luka masyarakat.[Fhr]