telusur.co.id - Dalam rangka mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo yang tengah gencar menertibkan tambang yang menyalahgunakan izin yang diberikan negara, dengan didampingi sejumlah anggotanya, Ketua LSM LAKI, Rokhman Wahyudi, SH resmi menyampaikan surat secara langsung mendatangi kantor Menteri ESDM RI  dan Dirjen Minerba di Jakarta, Jumat (7/1/22), untuk meminta agar dapat dijatuhkan sangsi keras kepada PT. Batuah Energi Prima (PT. BEP), berupa pencabutan IUP OP, dan tidak cukup hanya sebatas menolak pengajuan RKAB Tahun 2022.

Surat LSM LAKI tersebut ditembuskan pula kepada Presiden RI, Ketua DPR RI Puan Maharani, Ketua KPK Firli Bahuri dan Irjen Kementerian ESDM, Jumat (7/1/22).

Dalam konferensi pers usai menyerahkan surat kepada Menteri ESDM RI dan Dirjen Minerba, Rokhman Wahyudi mengatakan setidaknya terdapat 5 (lima) alasan hukum yang dapat dijadikan pertimbangan pencabutan IUP OP  PT. BEP.

Pertama, pemegang 95% saham PT. BEP, Herry Beng Koestanto, adalah seorang terpidana berstatus residivis, yang berulang kali memakai IUP operasi produksi yang diberikan negara dalam hal ini Dirjen Minerba untuk melakukan tindakan pidana penipuan dan pembobolan lembaga perbankan. Hingga kini ia masih meringkuk dalam tahanan Bareskrim Polri.

Berdasarkan bukti dua putusan perkara pidana penipuan senilai Rp1 Triliun, yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap) Herry Beng Koestanto telah mendapatkan hukuman total selama 8 (delapan) tahun penjara. Perlu diketahui, berdasarkan Putusan No: 521/Pid.B/2016/PN.JKT.Pst di PN Jakarta Pusat, Herry Beng Koestanto memakai IUP OP PT. Batuah Energi Prima sebagai sarana untuk melakukan penipuan, yang salah seorang korbannya adalah Putra Mas Agung dengan nilai kerugian sebesar USD 38 juta.

Lembaga perbankan pun ikut menjadi korbannya. Berdasarkan bukti Akte  Perjanjian Kredit Sindikasi No. 147 yang diterbitkan oleh Notaris Arry Supratno,  SH tertanggal  24 April 2012, Bank Bukopin dikuras sebesar Rp638  milyar hingga kini mangkrak. Sedangkan Bank Niaga berdasarkan bukti Akta Gadai Saham No. 57 yang diterbitkan oleh Notaris Engawati Gazali, SH di Jakarta tertanggal 21 September 2011 total kerugian sebesar Rp840 milyar. Mekipun piutang telah dibeli oleh PT. Synergy Dharma Nayaga, kelompok lembaga keuangan CIMB Malaysia masih gigit jari. Piutang yang kini nilainya menjadi Rp1,2 Triiliun belum terbayar, lantaran masuk ke dalam perangkap penipuan dengan modus pailit PT. BEP.

“Herry Beng Koestanto diperkirakan bakal hidup lebih lama di penjara. Pembobolan Bank Bukopin sangat mungkin menjadi perkara tindak pidana korupsi. Mengingat dalam Bank Bukopin ada saham negara sebesar 8,9%. Temuan lainnya diduga ia membobol pula Bank BRI Cabang New York sebesar USD 18 juta. Sampai saat ini Herry Beng Koestanto masih menjadi pemegang 95% saham PT. BEP, dengan diatasnamakan PT. Permata Resources Borneo Makmur dan Permata Resources Sejahtera, yang juga miliknya. Untuk mencegah timbulnya pidana lanjutan dan korban-korban penipuan baru, Dirjen Minerba harus punya kepekaan dengan mencabut Iup OP PT. BEP,  bentuk keberpihakan kepada kepentingan bangsa, sebagaimana amanat UU Minerba,” ujar Rokhman Wahyudi.

Alasan kedua, menurut Rokhman Wahyudi, proses pailit PT. BEP terindikasi mengandung pidana pemberian sumpah palsu dan/atau surat palsu dan/atau penggelapan Boedel Pailit jo TPPU, seuai Surat Perintah Penyelidikan No: Sp.Lidik/268/IX/RES.2.6/2021/Dirreskrimsus, tanggal 27 September 2021, yang tengah dilakukan oleh Polda Kaltim dan Bareskrim Polri.

Terungkapnya dugaan pidana Erwin Rahardjo yang mengangkat diri sendiri sebagai Direktur PT. BEP, dengan memakai akte palsu, telah mengkofirmasi praktek mafia pailit merupakan modus operandi baru kejahatan perampokan asset, yang harus mendapatkan perhatian aparat penegak hukum. Perlu penanganan yang lebih serius, lantaran pelakunya sangat berbahaya, memiliki hubungan luas, bahkan mahir menjebak dan menggalang dukungan pejabat keamanan negara untuk masuk ke dalam perangkapnya, dengan bertumpu pada uang hasil kejahatannya.

“Modusnya mula-mula ia mendekati terlebih dahulu orang-orang yang punya kedekatan hubungan dengan petinggi Polri, Kejaksaan dan Yudikatif. Kemudian kepada orang-orang itu dijanjikan pembagian keuntungan bisnis yang besar, dengan syarat apabila berhasil menggalang dukungan dari para petinggi aparat penegak hukum guna membacking bisnis illegalnya. Dalam konteks ini sudah ada mantan pejabat tinggi yang menjadi korban,” urainya.

Dengan memakai jubah sebagai “Direktur” PT. BEP, kata dia, Erwin Rahardjo (2/1/22) membagi-bagikan uniform PT. BEP kepada puluhan preman ormas, diduga diberi tugas  menyerobot lahan. Diawali dengan memasang baliho yang berisi pengumuman yang pada pokoknya mengakui lahan yang dipakai hauling di Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kab. Kutai Kartanegara sebagai milik PT. BEP. Padahal, Herry Beng Koestanto, pemilik 95% saham PT. BEP sendiri telah membuat surat pernyataan tertanggal 21 Nopember 2021, yang pada pokoknya menerangkan lahan jalan hauling tersebut benar milik Irwan Sarjono, berdasarkan Surat Pelepasan Hak Atas Tanah Tahun 2012.  Dan oleh Iwan Sarjono dalam perkembangannya tanah tersebut telah dijual lagi kepada orang lain.

Rokhman menuturkan, tindakan Erwin Rahardjo ini sangat berbahaya karena membenturkan antar elemen masyarakat adat Dayak. Hal ini mengancam kesatuan dan persatuan masyarakat. Mengganggu kamtibmas di wilayah hukum Polda Kaltim. Karena merasa punya backing kuat, mungkin beranggapan polisi tidak akan berani menangkapnya.

Sebelumnya berdasarkan bukti rekaman percakapan WA call dan chat whatsapp, Erwin Rahardjo malah berani mengancam penyidik Polda Kaltim yang tengah bertugas secara sah, yang akan memeriksa dirinya. Ancaman dilakukan melalui Whatsapp (WA).

“Perbuatan Erwin Rahardjo telah memenuhi unsur pidana Pasal 212 KUHP. Bersikap kurang ajar dan melecehkan aparat hukum negara. Kapolri dan Kapolda Kaltim harus mendorong  anggotanya untuk dapat bertindak tegas atas semua tindak pidana yang dilakukan oleh Erwin Rahardjo,“ papar Rokhman.

MAFIA PAILIT

Terungkapnya dugaan pidana Erwin Rahardjo yang mengangkat diri sendiri sebagai Direktur PT. BEP, dengan memakai akte palsu, telah mengkofirmasi praktek mafia pailit merupakan modus operandi baru kejahatan perampokan asset, yang harus mendapatkan perhatian aparat penegak hukum. Perlu penanganan yang lebih  serius, lantaran pelakunya sangat berbahaya, memiliki hubungan luas, bahkan mahir menjebak dan menggalang dukungan pejabat keamanan negara untuk masuk ke dalam perangkapnya, dengan bertumpu pada uang hasil kejahatannya.

Rokhman Wahyudi, SH, Ketua LSM LAKI menengarai perkara pailit   PT. BEP sebagai modus operandi baru perampokan aset, yang  ujungnya  bermuara pada terjadinya  tindakan pidana  pencucian uang. Merupakan kejahatan yang terorganisir, tergolong kerah putih (white collar crime), yang dilakukan criminal organization yang menempatkan Erwin Rahardjo sebagai pelaku utamanya.

Dalam dokumen Perjanjian Perdamaian antara PT. BEP dengan Para Kriditur tercatat sebagai Kreditor Separatis PT. Synergy Dharma Nayaga cessie kepada PT. Sarana Bakti Sejahtera, jumlah tagihan        Rp308.988.487.727,94 (30,8%). Sebagai Kreditur Konkuren  (1)  PT. Synergy Dharma Nayaga  cessie kepada PT. Sarana Bakti Sejahtera, jumlah tagihan Rp829.069.240.215,24 (63,2%), (2) PT. Wahana Matra Sejati cessie kepada PT. Pramesta Labuhan Jaya, jumlah tagihan Rp79.282.226.006,34 (6%), (3) PT. Atap Tri Utama cessie kepada PT. Pramesta Labuhan Jaya, jumlah tagihan Rp14.538.000.000 (1,1%).

PT. Sarana Bakti Sejahtera dan PT. Pramesta Labuhan Jaya merupakan pembeli hak cessie palsu, yang direkayasa menjadi Kreditor Saparatis dan Kreditor Konkuren oleh Erwin Rahardjo.  Sejatinya kedua perusahaan tersebut adalah kreditur fiktif.  Tidak berkemampuan secara finansial untuk membeli piutang PT. Synergy Dharma Nayaga sebesar Rp1,2 Triliun. Berdasarkan bukti Akte No. 04 yang diterbitkan oleh Notaris  Dewi Kusumawati,  SH tanggal 08 Desember 2020 di Jakarta, Budhi Setya direkayasa oleh Erwin Rahardjo, dengan dikonstruksikan sebagai pembeli dan pemilik  99% atau 247 lembar saham   PT. Sarana Bakti Sejahtera, dan Mansur Munir, SH yang sehari-hari berprofesi sebagai pengacara memiliki  1% atau 3 lembar saham.

Padahal Budhi Setya sendiri adalah mantan karyawan Erwin Rahardjo, lahir di Belinyu 27-03-1952, NIK: 3671012703520002,  yang beralamat di Jl. A. Yani No. 24 Rt 004/Rw 005, Sukarasa, Tangerang, Provinsi Banten, sehari-hari berprofesi sebagai seorang pedagang kopi yang membuka warung kecil dirumahnya -- melayani kebutuhan para pengemudi ojek, grab dan kuli bangunan.

Oleh Erwin Rahardjo, mantan karyawan itu direkayasa menjadi figure yang dikonstruksikan sebagai pemilik  99% atau 247 lembar saham PT. Sarana Bakti Sejahtera yang membeli piutang  PT. Synergy Dharma Nayaga senilai Rp1,2 Triliun. Padahal uang yang ada di rekening Budhi Setya hari ini tak lebih dari Rp200 juta. Lalu ia diperankan oleh Erwin Rahardjo membantu tugas Tim Kurator membereskan dan mengurus harta pailit dilokasi tambang   PT. BEP (dalam pailit), termasuk menjalankan kegiatan operasioal pertambangan dan mengelola tambang batubara di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) No. 503/880/IUP-OP/DPMTSP/VI/2017.

Budhi Setya diperankan sebagai  “Gatekeeper dalam dugaan tindak pidana pencucian uang oleh kelompok Erwin dan Petrus.  Demikian pula dengan PT. Atap Tri Utama adalah kreditur kongkuren fiktif.

Berdasarkan bukti Akte No. 555 yang diterbitkan oleh Notaris Khairu Subhan, SH di Kota Samarinda PT. Atap Tri Utama didirikan pada tanggal 28 Februari 2013, tercatat sebagai pemegang 125 lembar saham adalah Petrus dan duduk sebagai Komisaris. Faruk Bunyamin, Direktur Utama dengan memegang 350 lembar saham, dan Drs. Aji Mohammad Sepriady sebagai Direktur, memiliki 25 lembar saham. PT. Atap Tri Utama  diduga digunakan oleh Erwin Rahardjo dan Petrus untuk dijadikan Kreditur Konkuren fiktif.

Alasan hukum ketiga, menurutnya,  Erwin Rahardjo, “Direktur” PT. BEP bakal diperiksa Bareskrim Polri, sebagaimana bukti adanya Laporan Polisi No: LP/B/0754/XII/2021/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 16 Desember 2021 atas nama Pelapor Eko Juni Anto,  dalam dugaan pidana membuat dan penggunaan surat kuasa yang  diduga isinya palsu, dan/atau memuat keterangan  palsu untuk kepentingan, perubahan anggaran dasar PT. BEP.

Alasan keempat, Erwin Rahardjo, Direktur  PT. BEP yang diduga “gadungan” tersebut menjadi terlapor dalam dugaan perkara penipuan dan penggelapan senilai Rp. 4,5 milyar, berdasarkan Laporan Polisi di Polda Jawa Timur: LPB/153/II/2020/UM/Jatim, dan sudah naik ke tahap penyidikan. Kelima, berdasarkan Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STPL/113/XII/2021/SPKT I/Polda Kaltim, tanggal 10 Desember 2021, Erwin Rahardjo dkk dilaporkan oleh Richard Dengah Pontonuwu melakukan dugaan pidana pasal 170 KUHP dan/atau pasal 406 KUHP.

Dengan alasan-alasan hukum tersebut, menurut Rokhman Wahyudi, cukup alasan untuk dilakukan pencabutan IUP OP. PT. BEP tidak berhak mendapatkan perlindungan pembinaan lagi. Karena dipastikan bakal membebani negara. Pemilik IUP OP sudah menyimpang dari azas dan tujuan yang tertera dalam Bab II, Pasal 2 UU No. 4 Tahun 2009, dimana pertambangan batubara harus dikelola dengan berpihak kepada kepentingan bangsa.

“Pada saat diputus pailit atau bangkerap, pada tanggal 14 Desember 2018 oleh Pengadilan Niaga Surabaya,  sebetulnya Dinas Minerba Prov. Kaltim dapat langsung mencabut IUP OP PT. BEP, berdasarkan ketentuan Pasal 119 huruf c UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara, tanpa perlu harus melalui Renvoi Prosedur. Pemberian going concern kepada Kurator malah sebagai langkah yang merugikan negara. Sehingga harus dihentikan dengan cara mencabut IUP OP PT. BEP. Hal ini  sekaligus guna mencegah dari tindakan penipuan yang dapat merugikan masyarakat dunia usaha,” ujar Rokhman.

Penyebab PT. BEP pailit  bukan semata-mata hanya lantaran tidak memenuhi persyaratan finansial dan telah terjadi kekeliruan dalam pengelolaan perseroan. Namun  penyebab utamanya adalah karena pemegang 95% saham PT. BEP, Herry Beng Koestanto berstatus residivis kasus penipuan. Dan berpotensi terjerat korupsi dalam kasus pembobolan lembaga perbankan. Meskipun pailit PT. BEP sudah diangkat, akan tetapi dalam perspektif hukum pidana serangkaian perbuatan pidana yang dilakukan sebelum terjadi perdamaian berstatus voltooid (sempurna). “Tidak boleh ada seorangpun yang berkolusi untuk mempertahankan IUP  OP PT. BEP, dengan memakai alibi pailit PT. BEP telah diangkat. Menteri ESDM RI harus mewaspadai adanya indikasi “permufakatan jahat” yang diperkirakan muncul dengan segala macam argumen yang dibangun  dengan mengada-ngada dan akal-akalan, yang tujuannya sebenarnya hanya untuk mempertahankan IUP OP PT. BEP,” ujarnya. [Tp]