telusur.co.id - Dalam rangka terus bergerak dan kreatif di era pandemi, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika), Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menggelar kegiatan Seminar Literasi Digital. Dengan tema yang dibahas adalah ‘Perlindungan Data Pribadi dan Kedaulatan Bangsa’ pada Senin, 23 Agustus 2021 kemarin.
Kegiatan tersebut berlangsung dengan konsep hybrid, artinya dilakukan secara luring dan daring. Menghadirkan tiga narasumber yaitu, Hillary Brigitta Lasut selaku Anggota Komisi I DPR RI. Ajeng Risda Rahmadani selaku perwakilan Direktorat Tata Kelola, Ditjen Aptika Serta Chepy Aprianto, M.I.Kom sebagai Ketua Umum GPSehat Kab.Subang dan perwakilan tokoh pemuda.
Anggota DPR RI termuda Periode 2019-2024, Hillary Brigitta Lasut membuka paparan dengan menjelaskan perkembangan pengerjaan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang saat ini tengah digodok. Dia mengatakan ada banyak faktor yang membuat RUU tersebut belum disahkan sejak September 2020.
“Ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan. Jangan sampai kemudian regulasi ini justru merugikan masyarakat. Karena yang kami mau, bisa kuat melindungai hak warga negaranya, baik secara digital maupun hak-hak lainnya,” ujarnya dalam seminar.
“Tapi saya pribadi senang, karena banyak masyarakat yang menunggu dan menyadari urgensinya dari RUU PDP ini. Semoga masyarakat tidak patah semangat dan terus memberikan aspirasi untuk dijadikan masukan kepada pemerintah,” tambah Hillary lagi.
Bicara sebagai perwakilan dari Ditjen Aptika, Ajeng Risda Rahmadani menjelaskan kepada para peserta daring yang diramaikan oleh mahasiwa, para pegiat sosial, kelompok masyarakat sampai ibu-ibu rumah tangga, bagaimana alur pengaturan perlindungan data pribadi.
Perlindungan data pribadi bukan hanya soal siapa yang dilindung, tapi juga siapa yang melindungi atau pengelolanya. “Data is the new oil. Data pribadi adalah wajah dari bangsa Indonesia.” Ajeng juga mengatakan, sejatinya hal-hal terkait perlindungan data pribadi sebisa mungkin dimulai dari kesadaran diri sendiri.
“Perlindungan ini harus sadar dari kitanya (individu) dulu. Percuma kalau sudah ada regulasi tapi masyarakatnya masih mengumbar data secara sembarangan di ruang digital. Semua stake holder harus bahu-membahu untuk mewujudkan hal tersebut (perlindungan),” tegas Ajeng.
Sebagai pembicara terakhir, Chepy Aprianto, M.I.Kom, menjelaskan mengenai hubungannya data pribadi dengan teori dan hak privasi. “Data pribadi juga terkait dengan konsep dan hak privasi. Hak individu untuk menentukan apakah data pribadinya dikomunikasikan kepada pihak lain atau tidak.
Ketua Umum GPSehat Kab.Subang itu kembali lagi menegaskan, bahwa data pribadi serta perlindungan seluruh elemen di dalamnya adalah bagian dari perwujudan kedaulatan bangsa yang harus bisa dicapai.
“Pada prinsipnya Indonesia belum dinyatakan berdaulat baik secara pribadi maupun secara cyber maupun kebangsaan, ketika hak privasi warga negara belum diatur atau dilindungi oeh negaranya. RUU PDP harus disahakan karena ini menjadi tolak ukur. Ketika privasi dilindungi, maka otomatis sebagai bangsa akan berdaulat.”
Kegiatan ini akan terus dilakukan guna memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), sebagai sarana edukasi. Selain itu, juga sebagai bentuk kolaborasi antar lembaga pemerintah yang bersama-sama hadir untuk masyarakat Indonesia.(Fie)