Dalam Perspektif Hukum dan HAM, Tindakan Tegas ke Pelaku Teroris Dibenarkan - Telusur

Dalam Perspektif Hukum dan HAM, Tindakan Tegas ke Pelaku Teroris Dibenarkan

Ketua Setara Institute Hendardi (foto: Telusur.co.id/ Tri Setyo)

telusur.co.id - Dua peristiwa teror yang terjadi dalam waktu yang berdekatan menunjukkan bila kelompok yang mengusung ideologi radikal masih ada di Indonesia. Salah satu yang menonjol menggunakan strategi melakukan aksi sendiri atau lone-wolf ialah Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan, JAD dapat mengkapitalisasi pesatnya perkembangan teknologi informasi. Mereka memanfaatkan dunia maya untuk untuk menyebarkan ajaran dan keyakinannya 

"Mereka memanfaatkan teknologi informasi secara efektif untuk melakukan proses radikalisasi di ruang publik dengan menyasar kelompok-kelompok spesifik, yang memiliki potensi transformasi secara cepat untuk menjadi intoleran aktif, radikal, lalu jihadis dan melakukan amaliyah teror, " ujar Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/4/21).

Menurut Hendardi, eksistensi kelompok teroris ini dimungkinkan karena melemahnya partisipasi masyarakat. Di sisi lain, berkembang upaya untuk mendelegitimasi tindakan polisional oleh institusi-institusi keamanan negara dalam menangani terorisme. Sehingga mendorong masyarakat menjadi permisif, karena berkembang persepsi bahwa terorisme adalah konspirasi atau rekayasa pihak-pihak tertentu.

Padahal, lanjutnya, dua aksi terakhir menunjukkan betapa jejaring dan keberadaan mereka nyata, serta keberadaan mereka membahayakan jiwa warga masyarakat. 

"Demi melindungi kepentingan publik dan keselamatan warga, tindakan polisional yang terukur dan akuntabel, untuk melumpuhkan teroris dan jaringannya dibenarkan, (permissible) dalam perpsektif hukum dan hak asasi manusia," tegasnya.

Namun sayangnya, lanjut Hendardi, penyesatan opini yang mendeligitimasi tindakan koersif negara dalam menangani aksi terorisme masih terus berlangsung. Hal itu jelas menjadi kampanye distortif atas kinerja pemberantasan terorisme, dan semakin memperluas ruang radikalisasi publik dan memperkuat sikap permisif warga.

"Padahal, ruang-ruang publik yang permisif terhadap intoleransi dan radikalisme merupakan enabling environment atau lingkungan yang membuat dan mempercepat tumbuhnya terorisme dan rekonsolidasi jaringan dan sel-sel tidur terorisme," jelasnya.

Setara Institute juga mengingatkan agar semua pihak memahami bahwa terorisme merupakan musuh bersama. Oleh sebab itu, mobilisasi sumber daya dan dukungan bersama jelas dibutuhkan.

Penanganan terorisme, mulai dari pencegahan hingga penindakan yang bersifat terukur dan akuntabel harus dilakukan secara simultan. Hal ini demi menjamin keamanan dan keselamatan seluruh warga negara.

"Masyarakat mesti berpartisipasi dalam pencegahan dan aparatur negara harus melakukan tindakan hukum yang akuntabel dan terukur dalam bentuk penindakan. Sinergi demikian akan membentuk imunitas kolektif dari penyebaran terorisme melalui saluran apapun, termasuk dengan memanfaatkan perkembangan teknologi, seperti media sosial dan internet," tandasnya. (Fhr)


Tinggalkan Komentar