telusur.co.id - Generasi muda Partai Demokrat, Dita Aditia Ismawati mengingat saat bertemu dengan KSP Moeldoko, pada tahun lalu 2020. Hal itu sebelum kisruh seperti ini, saat pertemuan itu bersama dengan organisasi MCB di kantor KSP.
Dita menyebut, Jend (Purn) Moeldoko memberikan wejangan kepada generasi muda sebagai tongkat estafet bangsa yang berisi wejangan-wejangan atau nasehat untuk memajukan bangsa dan negara, tentang integritas, mentalitas, dan moralitas.
"Pada saat itu kami terperangah dan kagum karena isinya adalah untuk mempersiapkan diri kompetensi dan kualitas, serta kemampuan, " jelas Dita, dalam catatan kritisnya, Selasa (16/3/2021).
Nasehat-nasehat tersebut telah mengembangkan dan menyimpan sebagai pedoman dalam perjuangan mengisi Kemerdekaan Indonesia. Namun demikian setahun kemudian Jend (Purn) Moeldoko yang bukan orang Partai Demokrat telah disinyalir oleh publik mendorong KLB dan menerima menjadi Ketum KLB Demokrat abal-abal.
Berbagai reaksi negatif muncul dari publik yaitu tindakan pengambilalihan kekuasaan atau perampasan Partai Demokrat yang terkesan tanpa mempertimbangkan etika, moral dan mental.
"Semula sangat simpatik namun demikian hal itu bertolak belakang ketika melihat Jend (Purn) Moeldoko sebagai motor penggerak dalam perampasan Partai Demokrat, " sesalnya.
Dalam suasana seperti ini tentu akan berpengaruh pada penilaian dari generasi muda Demokrat kepada Jend. (Purn) Moeldoko, sebagai pemimpin yang tidak akan mampu mewariskan legasi yang baik, dalam mengembangkan visi misi dan program kerja Partai di dalam kontribusinya bagi Negara, Bangsa dan Rakyat Indonesia.
"Partai Demokrat sebagai Partai Kader, maka eksistensi figur utama dan pemikiran dan gagasannya akan berpengaruh besar didalam mengembangkan Partai sehingga apa yang dilakukan oleh Jend. (Purn) Moeldoko dalam mengambilalih Partai Demokrat tentu banyak memberi kontribusi negatif dibandingkan positif, " tegasnya.
Pada saat ini sambung Dita, posisi generasi muda Partai demokrat secara cermat sedang mengikuti perkembangan Partai Demokrat, sehingga tingkat penerimaan atau akseptabilitas terhadap figur, ide dan gagasan belum tentu diterima oleh generasi muda.
"Apa yang saya jelaskan diatas adalah terkait hubungannya Jend. (Purn) Moeldoko dan Partai Demokrat. Lebih luas dari itu adalah ketika Moeldoko menjadi pucuk pimpinan Nasional di dalam relasinya dengan Rakyat Indonesia,' ungkapnya.
Ekspektasi dan harapan rakyat Indonesia yang menginginkan pucuk pimpinan yang mencerminkan prinsip-prinsip dasar yang termaktub di dalam Pancasila yaitu Nilai Ketuhanan, Nilai Kemanusiaan, Nilai Persatuan, Nilai Demokrasi dan Keadilan telah tidak terpancar dalam sanubari Jenderal (Purn) Moeldoko.
Dalam kondisi seperti ini apa yang bisa diharapkan bagi Partai Demokrat, juga ketika Partai Demokrat menjadi Partai Penguasa bagi kepentingan khalayak. Apapun yang terjadi kondisi hari ini dengan tindakan dan perbuatan Moeldoko menempakan diri sebagai seorang figur yang tidak bermanfaat (useless) bagi Bangsa dan Negara.(fir)