telusur.co.id - Sekitar 2.000 personil kepolisian anti huru-hara Prancis dikerahkan, menyusul unjuk rasa besar-besaran diiringi kembang api dan pembakaran mobil di wilayah Nanterre.
Aksi ini terkait penembakan dilakukan polisi terhadap seorang pemuda berusia 17 tahun bernama Nahel, yang berasal dari Afrika Utara. Nahel ditembak mati pada Selasa oleh polisi, gara-gara melanggar aturan lalu lintas.
Setidaknya, 400 orang peserta aksi ditangkap aparat kepolisian.
Bentrokan antara polisi dengan pengunjuk rasa di kota utara Lille dan di Toulouse. Aksi protes juga terjadi di Amiens, Dijon, dan Essonne di mana pengunjuk rasa membakar sebuah bus.
Dikutip dari The Guardian, Jumat (30/6/23), sejumlah media lokal Prancis melaporkan ada lebih banyak insiden terkait di seluruh wilayah Paris.
Pengunjuk rasa menuntut atas kekerasan mematikan yang dilakukan petugas polisi terhadap Nahel
"Kami muak diperlakukan seperti ini. Ini untuk Nahel," kata dua pria yang ikut berunjuk rasa.
Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengimbau masyarakat untuk tetap tenang.
"Ada seorang remaja yang terbunuh, insiden ini tidak dapat dijelaskan dan tidak dapat dimaafkan. Tidak ada yang membenarkan kematian seorang pemuda," kata Macron.
Nahel diketahui sedang mengendarai mobil pada Selasa pagi waktu setempat, ketika dia dipaksa menepi oleh polisi karena dianggap melakukan pelanggaran lalu lintas.
Awalnya, polisi melaporkan seorang petugas telah menembak Nahel, karena mengendarai mobil ke arah petugas polisi tersebut. Namunkronologi ini ternyata ‘palsu’ setelah video saat kejadian beredar di media sosial.
Buntut insiden ini, seorang petugas polisi setempat tengah diselidiki atas pembunuhan karena menembak remaja tersebut.[Fhr]