Survei IDM Sebut Kinerja Kejagung dan Polri Lebih Memuaskan Dibanding KPK - Telusur

Survei IDM Sebut Kinerja Kejagung dan Polri Lebih Memuaskan Dibanding KPK

Kantor Kejaksaan Agung (foto: Ist)

telusur.co.id - Indonesia Development Monitoring (IDM) melakukan survei terhadap kinerja lembaga penegak hukum. Jajak pendapat dengan tema “Evaluasi Publik  terhadap kondisi penegakan hukum di era pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin" dilakukan pada sejak 4 hingga 16 Oktober 2021.

Direktur Eksekutif IDM, Fahmi Hafel mengatakan, penegakan hukum sepanjang dua tahun pemerintahan Jokowi -Maruf Amin memperlihatkan sinyal perbaikan meski masalah mendasar, seperti budaya taat hukum dan mentalitas aparat, masih belum terselesaikan. Publik menaruh harapan besar pada sejumlah kebijakan penegakan hukum yang diambil pemerintah.

Hasil evaluasi masyarakat terhadap kondisi penegakan hukum ini memperlihatkan mayoritas responden (85,7 persen) saat ini menilai kondisi penegakan hukum selama dua tahun pemerintahan Jokowi-Maruf Amin  berjalan lebih baik, dibandingkan dengan periode Jokowi-Jusuf Kalla. Hanya 12,1 persen yang menyatakan kondisi penegakan hukum tidak berjalan dengan baik, dan sebanyak  2,2 persen tidak memberikan pendapat 

“Persepsi dan sikap publik terhadap lembaga-lembaga hukum yang berkinerja sangat baik dan banyak membawa perubahan akan penegakan tergambar dengan apresiasi tertinggi diraih Kejaksaaan Agung. Lembaga itu diapresiasi berkinerja baik dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi oleh 88,6 persen responden,” ujar Fahmi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/11/21).

"Sementara itu, Polri diapresiasi 80,2 persen respoden, KPK yang diapresiasi 67,6 persen responden, dan Mahkamah Agung 52,1 persen," sambungnya.

Dari hasil survei, kata Fahmi, tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum tertinggi ada pada Kejaksaan Agung (Kejagung) dibandingkan lembaga-lembaga penegak hukum lainnya dengan 79,2 persen. Sementara itu, 16,2 persen mengaku kurang atau tak percaya dan selebihnya 4,6 persen tidak menjawab.

Kemudian tempat kedua ditempati oleh Polri dengan 73,4 persen responden yang percaya, dan 20,9 persen lainnya menyatakan tidak percaya dan selebihnya sebanyak 5,7 persen tidak menjawab. Sementara untuk KPK, hanya 62,8 persen persen responden yang menyatakan percaya, 33,1 persen responden mengaku kurang atau tak percaya, dan 4,1 persen sisanya tak memberi penilaian, dan hanya 62,3 persen responden yang sangat atau cukup percaya pada pengadilan. 

"Adapun sebanyak 32,3 persen responden yang kurang atau tidak percaya. Selebihnya 5,4 persen warga tidak dapat memberi penilaian," katanya.

Survei ini juga menemukan adanya sentimen negatif publik pada kondisi korupsi di Indonesia, di mana 57,2 persen menilai korupsi di era pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin   semakin banyak dibanding periode lalu. Hanya 19,2  persen yang menilai semakin sedikit, dan 20,2 persen persen menilai sama saja, dan tidak menjawab 3,4 persen.

Menurut Fahmi, hasil jajak pendapat juga memperlihatkan aparat penegak hukum dinilai oleh 57,9 persen telah  berhasil mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. Namun masih ada 38,8 persen yang tidak puas terhadap aparat penegak hukum, terutama mengarah pada penanganan pelanggaran HAM, kriminalitas, dan kasus korupsi.

Namun penilaian yang paling positif terkait kejaksaan, dengan 83,6 persen menilai pemberantasan korupsi atau kasus-kasus korupsi kakap yang diungkap oleh Kejaksaan Agung sangat memuaskan publik. Hanya 10,7 persen yang tidak puas dan sebanyak 5,7 persen tidak memberikan penilaian.

“Kejaksaan menangani perkara yang memiliki nilai kerugian yang cukup besar, menangani korporasi sebagai pelaku tindak pidana, serta menangani perkara yang bersentuhan dengan sektor penerimaan negara,” ucapnya.

Kejaksaan juga dinilai publik berhasil menginisiasi penindakan tindak pidana korupsi yang merugikan perekonomian negara. Kejaksaan tercatat berhasil menyelamatkan keuangan negara sebanyak Rp 19,2 triliun dan telah berkontribusi untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBB) sebesar Rp 346,1 miliar.

"Namun, masih ada  penilaian negatif terhadap kejaksaan, yaitu menilai jaksa di negara kita tidak bersih dari praktik suap. Yang menilai jaksa bersih dari praktik suap hanya 62,3  persen. Dan sebanyak 32,4 persen menyatakan Jaksa banyak terlibat partik suap dan tidak bersih Sisanya, sekitar 5,3 persen tidak dapat memberi penilaian,” paparnya.

“Survei ini melibatkan 1.680 responden yang dipilih secara acak. Margin of error survei sebesar 2,4 persen  dengan tingkat kepercayaan 95% survei dilakukan sejak 4 -16 Oktober 2021,” pungkasnya. (Ts)


Tinggalkan Komentar