telusur.co.id - Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin memberi catatan khusus sekaligus mengungkap keprihatinannya pada komposisi calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilihan umum Presiden (Pilpres) Tahun 2024.
Menurutnya, para Capres-Cawapres yang diusung oleh para elit politik saat ini tidak mewakili realitas keindonesiaan yang plural. Bisa dikatakan sangat Jawasentris.
"Kami menghormati hasil nominasi para capres dan cawapres oleh partai politik yang penuh dengan dinamika. Namun, pertimbangan pada peta elektoral yang cenderung kualitatif ini, tidak sepenuhnya berdampak pada kualitas dan masa depan demokrasi Indonesia," kata Sultan dalam keterangan resminya, Selasa (24/10/23).
Akibatnya, kata Sultan, timbul kecurigaan dan sikap saling tuduh antar elit. Ke depannya, kata dia, perlu diubah pola nominasi capres dan cawapres agar menjadi lebih inklusif dan Indonesia sentris, tanpa mensyaratkan presidential threshold.
"Dari sisi komposisi capres dan cawapres, Pilpres 2024 tidak banyak menyatukan dan mengkonsolidasikan gagasan dan potensi anak bangsa dari semua kalangan di Daerah. Sangat wajar jika koalisi yang dibangun parpol cenderung melihat sisi untung rugi politik dan dampaknya pada hasil pemilihan anggota legislatif," tegas mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu.
Sultan mengkritisi pertimbangan politik elit yang hanya melihat variabel jumlah suara di beberapa provinsi di Pulau Jawa. Sehingga muncul istilah "battle ground" yang menjadi lokus pertempuran politik elektoral.
"Menciptakan battle ground hanya akan menyebabkan meningkatnya polarisasi dan pergeseran sosial oleh banyak faksi politik. Jawasentrisme politik dalam pilpres sangat mempengaruhi cara berpikir dan tradisi politik bangsa Indonesia yang cenderung feodal hari-hari ini," ungkapnya.
Lebih lanjut, mantan aktivis KNPI itu menerangkan bahwa pemilu 2024 akan meninggalkan banyak pengalaman berharga bagi perjalanan demokrasi Indonesia. Sehingga sebagai bangsa kita perlu mengevaluasi sistem demokrasi yang cenderung makin mengarah liberal saat ini.
"Selain menghilangkan syarat pencalonan atau presidential threshold (PT 20 persen), kami mengusulkan agar diterapkan sistem electoral college oleh anggota parlemen baik anggota DPR dan DPD RI pada pemilihan presiden," usul Sultan
Sultan menuturkan, secara pribadi pihaknya pernah mengusulkan jika perlu wapres itu lebih dari satu untuk mengakomodir kewilayahan Indonesia yang sangat luas dan beragam.
"Banyak sekali ide gagasan dan opsi ke depan untuk memperbaiki sistem demokrasi kita agar makin hari makin ideal dan akomodatif," ujar dia.
"Bahkan lebih dari ini patut menjadi bahan pertimbangan dan renungan kita semua agar mengembalikan sistem pemilihan presiden ke MPR adalah salah satu opsi yang lebih ideal dan akomodatif agar tidak diserahkan ke mekanisme pasar seperti sekarang ini. Karena biaya politik akhirnya makin lama mahal sekali. Sistem ini juga lebih efektif untuk mengelolah bangsa sebesar ini sesuai dgn konsep bernegara Pancasila," tutup Sultan. [Tp]