Simon Aloysius Gagal Majukan Pertamina, CBA: Cocoknya Jadi Tukang Kredit! - Telusur

Simon Aloysius Gagal Majukan Pertamina, CBA: Cocoknya Jadi Tukang Kredit!


telusur.co.id - Kinerja Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, kembali menjadi sorotan tajam. Sudah lebih dari satu tahun menjabat, namun menurut pengamat anggaran Uchok Sky Khadafi dari Center For Budget Analysis (CBA), belum ada terobosan atau capaian membanggakan yang ditorehkan oleh Mantiri. Bahkan, kondisi perusahaan pelat merah tersebut dinilai mengalami kemunduran signifikan di bawah kepemimpinannya.

"Bila dibandingkan dengan Nicke Widyawati (mantan Dirut Pertamina), Presiden Prabowo Subianto bisa saja berkerut kening melihat performa Simon yang biasa-biasa saja," kata Uchok dalam keterangannya, Jumat (8/8/2025).

Menurut Uchok, Pertamina saat ini seperti berada dalam “ruangan gelap” karena beberapa indikator penting perusahaan justru mengalami penurunan drastis. 

Ia mengungkapkan bahwa aset, pendapatan, dan laba Pertamina dari tahun 2023 ke 2024 mengalami kemerosotan signifikan, seperti kendaraan yang meluncur tanpa rem.

Berdasarkan data yang dikutip Uchok, aset Pertamina pada 2023 tercatat sebesar USD 95.434.278.000, namun pada 2024 menurun menjadi USD 94.160.959.000. Artinya, terjadi penurunan sebesar USD 1.273.319.000 atau sekitar Rp 20,3 triliun, dengan asumsi kurs Rp 16.000 per dolar AS.

Hal serupa terjadi pada sisi pendapatan perusahaan, yang pada tahun 2023 tercatat USD 75.787.812.000, namun di tahun 2024 hanya mampu meraih USD 75.326.967.000. Artinya, turun sebesar USD 460.845.000 atau sekitar Rp 7,3 triliun.

Paling mengkhawatirkan, menurut Uchok, adalah penurunan laba Pertamina yang sangat tajam. Dari USD 4.769.994.000 pada 2023, laba bersih anjlok menjadi hanya USD 3.446.897.000 pada 2024. Itu berarti penurunan sebesar USD 1.323.097.000 atau setara Rp 21,1 triliun.

"Ini bukan sekadar penurunan biasa, tapi penurunan tajam yang menunjukkan lemahnya kepemimpinan dan strategi bisnis dari Simon," tegas Uchok.

Meski demikian, ia mengakui masih ada sisi yang sedikit menggembirakan, yakni penurunan liabilitas atau utang perusahaan dari USD 54.193.435.000 pada 2023 menjadi USD 50.267.454.000 pada 2024. Total penurunan utang mencapai USD 3.925.981.000 atau sekitar Rp 62,8 triliun.

Namun, bagi Uchok, capaian itu bukanlah prestasi yang cukup untuk membenarkan posisi Simon sebagai Direktur Utama. Justru, ia menyindir tajam bahwa Simon lebih cocok jadi “tukang kredit” daripada memimpin perusahaan energi sebesar Pertamina.

“Naikin pendapatan dan laba enggak punya keahlian. Tapi kalau nurunin utang, bisa jadi jagonya. Ya, cocoknya sih jadi tukang kredit saja,” tutup Uchok Sky Khadafi dengan nada satir.

Di tengah tantangan global dan fluktuasi harga energi dunia, memang diperlukan figur pemimpin korporasi yang memiliki visi kuat, kemampuan inovatif, serta daya dorong untuk menavigasi perubahan. Ketika Pertamina merupakan pemain kunci dalam sektor energi nasional, apalagi saat Indonesia sedang gencar mendorong transisi energi dan kemandirian energi nasional, kritik terhadap kinerja direksi tentu tidak bisa dianggap sepele.

Penurunan tiga indikator penting—aset, pendapatan, dan laba—menjadi catatan serius bagi pemegang saham, khususnya Kementerian BUMN dan Presiden. Apakah Presiden Prabowo akan mempertahankan Simon, atau mencari sosok baru yang lebih tangguh dan progresif untuk membawa Pertamina ke arah yang lebih kompetitif di era globalisasi energi, patut ditunggu.[Nug] 

 


Tinggalkan Komentar