telusur.co.id - Polresta Bandara Soekarno Hatta (Soetta) menggagalkan pengiriman benih lobster ke Singapura. Dalam kasus tersebut, polisi menangkap lima orang tersangka berinisial HP alias E (42), BN (33), MA (34), E (41), dan AT (38).

Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta Kompol Reza Fahlevi menjelaskan, penangkapan berawal dari laporan masyarakat terkait adanya kegiatan pengelolaan benih lobster yang akan diselundupkan melalui bandara Soetta. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan menemukan sebuah kendaraan yang mencurigakan dengan galon–galon berisi air laut.

"Saat diperiksa ada lima orang dalam mobil dan mereka  menyatakan galon-galon tersebut  berkaitan dengan pengelolaan baby lobster. Selanjutnya  kelima orang  tersebut menunjukkan sebuah tempat dan ditemukan sebuah kolam karet yang berisi  baby lobster," ujar Reza dalam keterangannya, Rabu (3/5/23).

Reza mengungkapkan, barang bukti yang berhasil diamankan berupa 1 unit mobil sebagai alat angkut, 165  kantong benih lobster jenis pasir, dengan jumlah total 33.000 ekor, dan 27 kantong berisi benih bening lobster jenis mutiara dengan jumlah total 5.400 ekor.

Polisi juga menyita lima unit telepon genggam yang dipergunakan oleh para pelaku untuk berkomunikasi dan peralatan perkakas yang dipergunakan untuk proses produksi sampai pengiriman.

Dikatakan, modus yang dilakukan para tersangka  adalah membeli  benih lobster dari para nelayan di wilayah Pelabuhan Ratu dengan kisaran harga Rp 14 ribu hingga Rp 17 ribu per ekor. Benih lobster yang dibeli kemudian dijual lagi ke luar negeri.

"Potensi kerugian yang dialami negara dari pengiriman benih lobster ke luar negeri tersebut mencapai Rp 4,1 miliar," kata dia.

Terkait barang bukti benih lobster, kata Reza, disisihkan sebagian besar  untuk dilepasliarkan kembali ke laut sebagai tindakan penyelamatan ekosistem lobster dan sisanya disita sebagai barang bukti berkas perkara di pengadilan. Ribuan lobster mutiara dan lobster pasir itu  ke lepas pantai Loka  Anyer, Serang, Banten.

Karena perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 92 Jo Pasal 26 Ayat (1) UU RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang dan atau Pasal  88 UU RI Nomor  31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan/atau Pasal 87 Jo Pasal 34 UU RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana maksimal 8 tahun penjara, dan denda mencapai Rp 3 miliar. (Tp)