Politik Dinasti Jangan Sampai Mereduksi Kualitas Personal Calon, Tidak Ujug-ujug - Telusur

Politik Dinasti Jangan Sampai Mereduksi Kualitas Personal Calon, Tidak Ujug-ujug

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustofa. (Ist).

telusur.co.id - Sejumlah pihak beranggapan bahwa Pencalonan Putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka di Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Solo 2020 adalah upaya Jokowi untuk membangun dinasti politik. 

Selain itu, anak Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Siti Nur Azizah yang dipastikan maju mencalonkan diri menjadi calon Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel), juga dikaitkan dengan praktek politik dinasti di Indonesia.

Terkait hal itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa mengatakan, yang namanya praktek dinasti politik sebenarnya bukanlah fenomena baru yang terjadi hari ini. Sudah empat putaran Pilkada sejak Pilkada langsung dimulai pada tahun 2005 hingga sekarang tahun 2020, fenomena politik dinasti sudah ada.

"Sebenarnya dinasti politik ini bukan fenomena hari ini saja terjadi, dari dulu sejak Pilkada langsung dimulai 2005 sampai sekarang 2020, kira-kira sudah empat putaran Pilkada langsung ini dan fenomena politik dinasti dari mulai Pilkada pertama, diikuti Pilkada langsung kedua, ketiga, itu sudah ada," kata Saan dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk 'Kekhawatiran Menguatnya Dinasti Politik' di Media Center Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/7/20).

Politisi Partai Nasdem itu mengatakan, fenomena dinasti politik ini sudah menjadi hal umum di Indonesia, bahkan hal ini juga terjadi di negara-negara yang demokrasinya jauh lebih maju seperti Amerika Serikat. 

Oleh karena itu, fenomena ini harus dijawab oleh calon kepala daerah dengan kualitasnya, agar mampu membentengi dirinya saat diserang dengan isu dinasti politik.

"Cuma bagaimana membentengi agar praktek politik dinasti ini tidak mereduksi kualitas personal calon itu sendiri, yang kedua juga terkait dengan kemampuan dia nanti memimpin," ucapnya.

Menurut Saan, salah satu cara untuk menghilangkan praktek dinasti politik di Indonesia adalah sistem rekrutmen partai menjadi penting yang harus dipikirkan, dan disadari secara bersama-sama.

"Bahwa itu akan terjadi, tapi minimal tidak mengabaikan apa yang namanya kompetensi dari seseorang," ujarnya.

Selain itu, kata Saan, partai juga harus melihat track record seseorang yang akan diusung menjadi calon kepala daerah, dari pemahaman politik hingga jabatan publik yang pernah diduduki.

"Misalnya ya, apa track record dia di politik, istilahnya tidak ujug-ujug langsung seketika, yang tidak punya record politik, tidak punya jabatan-jabatan publik, tiba-tiba muncul sebagai calon, ini penting," pungkasnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar