MK Berperan Penting dan Strategis Lindungi Hak Perempuan dan Anak - Telusur

MK Berperan Penting dan Strategis Lindungi Hak Perempuan dan Anak

Hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat. (Ist)

telusur.co.id - Mahkamah Konstitusi (MK) berperan penting dan strategis dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara, terutama bagi perempuan dan anak di Indonesia dengan cara menuangkannya ke dalam bentuk putusan.

Begitu disampaikan Hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat, saat menjadi pembicara kunci dalam webinar nasional bertajuk “Kebijakan Negara dalam Menciptakan Ruang Aman Bebas Kekerasan bagi Perempuan dan Anak di Indonesia: Quo Vadis?” yang disiarkan secara langsung dalam kanal YouTube Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, dipantau dari Jakarta, Sabtu (13/11/21).

Arief Hidayat mengatakan, peran penting dan strategis itu diperoleh oleh MK melalui fungsi mereka sebagai pelindung hak konstitusional warga negara (the protector of the citizen’s constitutional rights) dan pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights).

Dalam seminar itu, ia pun memaparkan sejumlah putusan MK yang merupakan bentuk perlindungan terhadap hak-hak perempuan dan anak di Indonesia.

“Ada beberapa contoh putusan Mahkamah Konstitusi yang bisa saya sebutkan. Di antaranya Putusan Nomor 1/PUU-VIII/2010 yang merekonstruksi batas usia pertanggungjawaban pidana anak dari semula 8 tahun menjadi 12 tahun,” kata dia.

Kemudian ada Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang menyatakan bahwa anak luar kawin, baik dari hasil perkawinan siri maupun anak hasil zina mendapatkan hak keperdataan, seperti hak tumbuh kembang, hak pendidikan, dan hak nafkah. Akan tetapi, mereka dikecualikan dalam mendapatkan hak waris.

Yang terakhir, ada pula Putusan MK Nomor 22/PUU-XV/2017 yang telah mengubah batas usia kawin bagi wanita menjadi minimal berusia 19 tahun sehingga sama pula dengan batas usia kawin bagi pria.

“Jadi, tidak ada lagi perbedaan batasan kawin di antara laki-laki Indonesia dan perempuan Indonesia,” kata dia.

Ia pun menegaskan kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat direduksi dengan menjadikan Indonesia sebagai negara kesejahteraan yang khas berdasarkan Pancasila, yaitu kesejahteraan religius.

Dalam mewujudkannya, kata dia, bukan hanya menjadi tanggung jawab satu lembaga negara saja, melainkan semua lembaga dalam koridor fungsi dan kewenangannya masing-masing. Warga negara Indonesia pun memiliki tanggung jawab serupa melalui tindakan mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang ada dan melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata. [Tp]


Tinggalkan Komentar