telusur.co.id - Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto menilai saat ini ada sebuah kepanikan yang cukup besar setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan selama sebelas jam pada beberapa waktu lalu.
Akhirnya, kata Hari, KPK dijadikan sasaran tembak oleh kelompok itu dengan menjaring banyak orang untuk meminta Ketua KPK Firli Bahuri mundur.
"Saya kira memang benar kalau mereka memiliki kekhawatiran dan kepanikan setengah mati. Namanya kepanikan dan kekhawatiran tentu beragam ekspresi yang dilakukan, sehingga cara-cara normal maupun abnormal dilakukan," kata Hari, Kamis (20/4/23).
Berdasarkan informasi yang beredar, terdapat diskusi yang membahas terkait nasib Ketua KPK Firli Bahuri. Namun belakangan, diskusi tersebut mengarah kepada tuntutan mereka agar Presiden Jokowi mundur.
"Itulah langkah panik mereka. Jadi tindakan benar sekalipun yang dilakukan oleh KPK akan dianggap salah oleh mereka," katanya.
Bahkan menurut Hari, adanya aksi yang berlangsung di KPK sudah mengarah ke tuntutan Jokowi mundur karena rasa panik dan khawatir jika proses hukum Formula E berjalan dan mengarah ke Anies saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.
"Sehingga penumpang gelapnya menjadi penumpang terang dan mulai nampak yang berkepentingan. Patut diduga digoyang dan dikriminalisasinya KPK saat ini dilakukan oleh orang-orang yang menjadi pelindung para koruptor atau disuruh koruptor dan dibayar dengan uang hasil korupsi," katanya.
Hari mengaku curiga kalau agenda setting mereka adalah menghancurkan KPK demi memuluskan kepentingan di Pilpres mendatang. Makanya mereka ngotot untuk memasang orang di KPK sebagai pelindung orang korupsi.
"Tapi mereka harus ingat bahwa KPK itu dalam bekerja pasti secara profesional dan mentersangkakan dengan alat bukti dan bukan dengan opini. Bahkan KPK semakin didiskreditkan malah makin ganas bekerjanya," jelasnya. [Tp]