telusur.co.id - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah menyambangi sekolah di Kota Bekasi yang gurunya diduga kuat memukuli sejumlah siswa karena terlambat dan tidak menggunakan atribut seragam.
Pemukulan terekam dalam video yang viral, dimana pemukulan di lakukan oleh seorang guru laki-laki dan disaksikan oleh ratusan anak dan beberapa guru sekolah tersebut.
Menurut Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti, pihaknya meminta klarifikasi dan penjelasan kronologis kejadian. Yaitu bagaimana kejadian yang sebenarnya menurut para saksi mata, apa yang kemudian dilakukan pimpinan sekolah, menanyakan apakah sudah ada P2TP2A kota Bekasi yang datang untuk melakukan psikosocial pada anak-anak yang menyaksikan pukulan oknum guru tersebut, dan instansi mana saja yang sudah datang ke sekolah untuk menangani kasus kekerasan guru terhadap sejumlah siswa tersebut.
"KPAI mendapat penjelasan bahwa peristiwa kekerasan tersebut terjadi pada Selasa (11/2) yang dipicu karena ada 172 peserta didik yang terlambat masuk sekolah pada hari itu, tepatnya 72 anak laki-laki dan 100 anak perempuan," kata Retno dalam keterangannya, Minggu (16/2/2020).
"Anak-anak sendiri berdalih bahwa keterlambatan tersebut terjadi lantaran pintu masuk ke parkiran motor ditutup saat itu. Karena biasanya siswa yang terlambat tidak sebanyak itu, paling banyak 20 orang tidak sampai ratusan," sambungnya.
Dalam Klarifikasi itu, lanjut Retno, didapatkan juga informasi bahwa dari 172 anak yang terlambat, ternyata beberapa diantara tidak menggunakan atribut sekolah seperti ikat pinggang.
Retno menduga, inilah yang memicu kemarahan pelaku kekerasan. Karena, oknum guru itu adalah Wakasek bidang kesiswaan, yang merasa memiliki tanggungjawab mendisiplinkan siswa.
KPAI juga mendapatkan penjelasan kepala sekolah bahwa video yang viral diduga dibuat oleh anak-anak yang saat itu memang berada di TKP. Namun, pihak sekolah tidak tahu siapa yang merekam maupun yang mengungah video tersebut ke dunia maya.
Kepala Sekolah baru mengetahui peristiwa kekerasan tersebut melalui video yang dikirim oleh pihak Dinas Pendidikan kota Bekasi pada hari yang sama saat peristiwa tersebut sekitar pukul 11 WIB.
"Saat peristiwa terjadi, Kepsek tidak mengetahui karena posisinya di dalam ruangan sedang menerima tamu pagi itu, dan tidak ada stafnya yang melaporkan kejadian tersebut kepada Kepsek," tuturnya.
"Setelah menerima video, Kepsek kemudian memanggil terduga pelaku dan ybs mengakui perbuatan tersebut dan menyatakan khilaf."
KPAI juga mendapatkan penjelasan pihak-pihak yang sudah datang ke sekolah --selain KPAI--pasca peristiwa dugaan kekerasan oleh oknum guru tersebut, yaitu KPAD kota Bekasi, Inspektorat Kemdikbud RI, Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak/P2TP2A kota Bekasi.
"Hanya satu yang akan melakukan tindaklanjut, yaitu Dinas PPPA/P2TP2A kota Bekasi yang akan melakukan psikososial kepada anak-anak korban pemukulan," ungkap Retno.
Retno melanjutkan, KPAI juga diantar ke TKP dan mendapatkan penjelasan posisipara siswa dan terduga pelaku saat pemukulan terhadap sejumlah siswa terjadi. Ada penjelasan juga, selain 172 siswa yang terlambat, ternyata di lapangan yang sama juga ada sejumlah siswa yang sedang mengikuti pelajaran olahraga dan diduga juga melihat peristiwa tersebut.
Karena itu, KPAI merekomendasikan beberapa hal. Pertama, KPAI akan berkoordinasi dengan P2TP2A kota Bekasi untuk segera melakukan psikososial terhadap 172 siswa maupun yang sedang berolahraga di lapangan tersebut.
Selain itu, anak-anak korban pemukulan juga harus di asesmen apakah membutuhkan rehabilitasi psikologis lnjutan;
Kedua, KPAI mendorong Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk memeriksa/BAP guru terduga pelaku pemukulan sesuai peraturan yang berlaku, yaitu PP N0. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS untuk menentukan jenis pelanggaran yang dibuat dan sanksi yang akan diterima.
"Jangan tiba-tiba hendak memecat tetapi hak guru untuk membela diri tidak diberikan. Guru menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, wajib diberikan kesempatan membela diri. Kepala Daerah haruslah bijak dan tetap berpegang pada aturan ketika memberikan sanksi pada guru maupun guru yang ASN,". tegasnya.
Ketiga, KPAI mendorong Dinas Pendidikan Provinsi datang ke sekolah dan memastikan pencegahan kekerasan di masa yang akan datang. "Aturan sekolah bisa dikaji kembali apakah masih relevan dan tidak melanggar hak-hak anak."
Disdik dapat meminta sekolah membangun sistem pengaduan yang melindungi anak korban maupun anak pelaku. Juga dapat memfasilitasi sekolah untuk sungguh-sunggu menjalankan program SRA (Sekolah Ramah ANak).
Yang keempat, KPAI juga berencana akan melakukan rapat koordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan OPD terkait untuk membahas beberapa kasus dari Jawa Barat yang masuk ke pengaduan KPAI.
Dan yang terakhir kelima, KPAI akan pengawasan ke pihak kepolisian jika kasus ini dilaporkan oleh orangtua anak korban ke kepolisan. "Sehingga proses hukum harus berjalan dan kita wajib menghormati proses tersebut, karena hak setiap orang untuk melaporkan tindakan kekerasan yang diterimanya," tukasnya.[Fhr]