telusur.co.id - Wakil Ketua Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi meminta KPU RI, untuk memperhatikan standarisasi usia calon petugas ad hoc dan kesehatan, pada pelaksanaan Pemilu 2024.
Karena, pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 lalu, berakibat pada meninggalnya 485 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dan sebanyak 10.997 orang mengalami sakit.
"Petugas yang meninggal dunia mayoritas berjenis kelamin laki-laki dengan usia berkisar 46- 67 tahun," ujar Pramono kepada wartawan, Jumat (17/11/23).
Tak hanya faktor usia, Pramono juga menemukan adanya masalah kesehatan dari para KPPS yang meninggal dunia
"Faktor komorbid (penyakit penyerta) meningkatkan resiko sakit dan kematian. Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan stroke menjadi komorbid paling tinggi yang menyebabkan penyelenggara Pemilu sakit dan bahkan meninggal dunia ketika menjalankan tugas," terangnya.
Mantan Anggota KPU RI itu juga menemukan berbagai persoalan psikologis, seperti kecemasan dan reaksi stres fisik turut menjadi penyakit penyerta yang meningkatkan resiko sakit dan kematian massal penyelenggara Pemilu.
"Beban kerja petugas KPPS yang sangat tinggi dan disertai dengan durasi kerja yang sangat panjang, dapat mencapai 48 jam tanpa henti sejak persiapan pendirian TPS," sambungnya.
Karena itu, Komnas HAM merekomendasikan satu hal yang perlu diperhatikan dan dijalani KPU RI, khususnya ketika melakukan rekrutmen petugas ad hoc.
"Memperketat pengawasan rekrutmen penyelenggara Pemilu Ad Hoc dengan menetapkan aturan yang konkret terkait batas usia dan riwayat penyakit penyerta (komorbid) yang diperbolehkan bagi penyelenggara Pemilu," bebernya
"(Itu penting dilakukan) mengingat beban kerja yang tinggi dan durasi kerja yang panjang pada penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024," tukas Pramono.[Fhr]