telusur.co.id - Anggota Komisi IV DPR, Endang Setyawati mempertanyakan data produksi jagung yang dimiliki Kementerian Pertanian (Kementan). Pangkalnya, data dari Kementan mengklaim adanya surplus jagung. Namun, fakta di lapangan, para peternak justru mengeluhkan tidak adanya stok.
Hal ini merespons keluhan para peternak unggas tentang kekurangan pakan ternak.
"Makanya data-datanya harus jelas dulu, supaya kita gampang. Kalau semuanya ngambang kan susah, nanti jadi fitnah," ujar Endang usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi IV DPR dengan Asosiasi Perunggasan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/9/23).
Politikus Gerindra ini juga mempertanyakan koordinasi yang dilakukan oleh Bulog, Bapanas, dan PT Berdikari selama ini ihwal masalah pangan nasional.
Sebab, selama ini para stakeholder pangan terkesan berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi yang jelas.
"Sebaiknya terus terang saja, siapa yang di hulu, siapa yang di budidaya, siapa yang di hilir. Kalau enggak terus terang, susah kita melacaknya," tandasnya.
Sebelumnya, Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi IV DPR RI menantang pihak yang menyebut adanya surplus produksi jagung.
"Kami buka butuh data, tapi kami butuh fakta. Ayam enggak bisa diberi makan kertas, tapi bisa diberi makan dengan jagung dan kelengkapan lainnya," tegas Ketua Koperasi Peternak Unggas Sejahtera Lokal Kendal, Suwardi.
Mereka juga mengeluhkan harga telur ayam di tingkat peternak saat ini sedang anjlok, bahkan di bawah biaya produksi. Peternak pun mengeluhkan kebijakan harga acuan yang ditetapkan pemerintah kini tak relevan lagi.
Saat ini, harga jual di tingkat peternak berada di Rp 20.500 per kilogram (kg). Padahal, HAP di tingkat peternak telah diatur pemerintah Rp22.000-Rp24.000 per kg.[Fhr]