telusur.co.id - Pemerintah memutuskan cukai rokok rata-rata naik 10 persen dengan rincian SKM golongan I dan II naik antara 11,5 persen hingga 11,75 persen, SPM golongan I dan II naik 11 persen hingga 12 persen, dan SKT golongan I, II dan III naik 5 persen. Kenaikan ini berlaku 2023 dan 2024 dengan kenaikan yang sama.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, keputusan tersebut diambil saat Rapat Terbatas (Ratas) kabinet.
Terkait hal itu, Komisi XI DPR RI meminta penjelasan kepada Sri Mulyani. Pasalnya, pemerintah memutuskan kenaikan cukai tanpa meminta persetujuan Komisi XI DPR RI.
"Kita gak tahu nih Ratasnya kapan, masuk Undang-undang APBN-nya kapan?" kata Wakil Ketua Komisi Komisi XI DPR RI Dolfie OFP dalam rapat kerja dengan Menkeu, Senin (12/12/22).
Dolfie bertanya terkait target penerimaan negara dari cukai apakah sudah masuk dalam UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Mengingat kenaikan tarif cukai hasil tembakau diumumkan pada November sedangkan pengesahaan UU APBN 2023 ditetapkan pada bulan Oktober.
"Pertanyaan kami adalah apakah ada perbedaan dibahas pada saat RAPBN dengan dibahas setelah menjadi Undang-undang APBN?" tanya Dolfie.
Menjawab pertanyaan itu, Sri Mulyani menjelaskan dalam menyusun APBN pemerintah selalu membahas secara eksplisit terkait target-target penerimaan negara, tak terkecuali dari pos cukai hasil tembakau. Setiap target penerimaan negara dibahas secara detail di banggar hingga Panja A, asumsi dan target penerimaan dan komisi keuangan di Komisi XI.
"Jadi pada saat kita tetapkan target penerimaan perpajakan bea dan cukai dan PNBP kami sampaikan secara eksplisit dari tiap target tersebut," terang dia.
Namun, jawaban Sri Mulyani tersebut tidak memuaskan DPR. Dolfie pun kembali menegaskan pertanyaannya.
"Klarifikasi saja, di dalam APBN 2023 sudah ditetapkan penerimaan dari cukai hasil tembakau sebesar Rp 232,58 triliun sudah jadi undang-undang. Tarifnya ini 10 persen rata-rata dan 15 persen untuk jenis REL Dan 6 persen untuk HPTL. Apakah ini sudah termasuk yang 232?," tanya Dollfie lagi.
"Belum Bapak," jawab Sri Mulyani singkat.
"Nah itu yang jadi pertanyaan kami, kapan persetujuan dari komisi keuangan terkait kenaikan tarif itu? Apakah ada perbedaan sebelum RUU APBN dengan saat APBN sudah jadi UU?," tanya Dollfie.
Dolfie menjelaskan bahwa penetapan kenaikan cukai tanpa persetujuan DPR RI sudah dua kali terjadi. Sebab, tahun lalu juga sama, undang-undangnya diketok, pemerintah baru minta konsultasi kepada Komisi XI DPR RI.
"Jadi untuk menjaga hubungan kesetaraan di dalam hak budgeting DPR agar ini tidak terulang lagi di kemudian hari," kata Dolfie.
Sri Mulyani pun meminta maaf. Dia menegaskan pemerintah tidak berniat untuk tidak menghormati DPR RI. Dia mengusulkan pada saat membahas APBN tahun depan, saat panja penerimaan akan dibahas lebih detail mengenai desain kebijakan mengenai cukai.
"Memang terus terang saya juga akui selama saya menjadi Menteri Keuangan selama ini kita menyampaikannya secara terpisah dari APBN juga tapi seolah-olah APBN sudah satu keputusan gelondongan baru kemudian pendalaman. Jadi saya mohon maaf," tambahnya. [Tp]