Telusur.co.id -Penulis: Alicia Rayyannaira, mahasiswi Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia.
Bioetanol, bahan bakar nabati yang ramah lingkungan, memiliki potensi besar untuk mendukung transisi energi di Indonesia. Sebagai alternatif dari bahan bakar fosil, bioetanol tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi juga dapat mendorong ketahanan energi nasional dengan memanfaatkan sumber daya lokal seperti tebu, jagung, dan kelapa sawit.
Namun, perkembangan industri bioetanol di Indonesia menghadapi tantangan besar, salah satunya adalah kebijakan cukai. Cukai atas bioetanol, yang dianggap sebagai bahan kimia alkohol, seringkali menjadi hambatan bagi pelaku industri. Tarif cukai yang tinggi meningkatkan biaya produksi, sehingga harga bioetanol sulit bersaing dengan bahan bakar fosil yang masih disubsidi oleh pemerintah.
Mengapa Bioetanol Penting?
Indonesia menghadapi dua tantangan besar, yaitu ketergantungan pada impor bahan bakar fosil dan dampak lingkungan dari penggunaannya. Bioetanol menawarkan solusi untuk keduanya. Sebagai energi terbarukan, bioetanol dapat dihasilkan secara lokal dari limbah pertanian, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketergantungan pada energi impor. Selain itu, pembakaran bioetanol menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan bensin atau solar, dapat mendukung target net zero emissions yang dicanangkan pemerintah.
Cukai: Hambatan atau Peluang?
Meskipun cukai pada dasarnya bertujuan untuk mengatur dan mengendalikan konsumsi barang tertentu, penerapan cukai pada bioetanol harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Jika tarif cukai terlalu tinggi, dampaknya dapat menghambat pengembangan bioetanol sebagai alternatif energi. Sebaliknya, kebijakan cukai yang mendukung, seperti insentif untuk penggunaan bioetanol, dapat menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan industri yang mendorong produksi bioetanol.
Beberapa negara telah menunjukkan keberhasilan dalam mendukung bioetanol dengan kebijakan fiskal yang proaktif. Contohnya, Brazil, Amerika Serikat, dan India yang telah menerapkan kebijakan berupa insentif yang memacu produksi bioetanol di negaranya, menjadikannya negara-negara tersebut terdepan dalam penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar.
Langkah Menuju Ekonomi Hijau
Untuk memastikan kebijakan cukai bioetanol mendorong keberlanjutan, terdapat beberapa langkah yang pemerintah perlu pertimbangkan, di antaranya:
- Insentif Pajak: Mengurangi atau menghapus cukai untuk bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar dapat membuatnya lebih kompetitif dibandingkan bahan bakar fosil.
- Subsidi Produksi Bioetanol Lokal: Memberikan subsidi bagi produsen bioetanol domestik untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan volume pasokan.
- Integrasi dengan Program Energi Nasional: Meningkatkan peran bioetanol dalam bauran energi nasional melalui kebijakan wajib campuran bioetanol dengan bahan bakar fosil.
Penerapan kebijakan cukai pada bioetanol bukan hanya tentang penerimaan negara, tetapi juga merupakan bagian dari strategi besar menuju ekonomi hijau. Dengan pendekatan yang tepat, bioetanol bisa menjadi solusi energi yang mendukung keberlanjutan sekaligus memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan yang signifikan. Pemerintah perlu mengambil langkah yang bijak agar kebijakan ini tidak menjadi penghambat, melainkan akselerator transisi energi di Indonesia.