Indikasi Sekte di Kasus Kalideres Semakin Kuat, Polisi Temukan Mantra dan Kemenyan - Telusur

Indikasi Sekte di Kasus Kalideres Semakin Kuat, Polisi Temukan Mantra dan Kemenyan

Rumah tempat empat korban tewas di Kalideres Ditemukan (Ist)

telusur.co.id - Kasus kematian satu keluarga di Kalideres mulai menemui titik terang. Sejumlah fakta ditemukan pihak kepolisian terkait kasus misterius tersebut.

Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan, polisi menemukan sejumlah indikasi kegiatan ritual yang dilakukan keluarga tersebut. Dari lokasi kejadian, polisi mendapati adanya barang bukti seperti mantra.

“Ditemukan juga buku-buku lintas agama, serta mantra dan kemenyan,” ujar Hengki kepada wartawan, Selasa (29/11/22).

Dari temuan tersebut, kata Hengki, polisi rencananya akan memanggil sejumlah saksi. Sehingga diketahui apa ritual yang dilakukan oleh keluarga yang tewas dengan kondisi lambung kosong itu.

“Kami akan mengundang ahli sosiologi agama, untuk melakukan analisa lebih lanjut terhadap tulisan yang ada di dalam buku, serta hubungannya dengan temuan jejak benda-benda di TKP,” katanya.

Sebelumnya, Hengki juga menjelaskan, salah satu korban dari empat orang yang tewas di Kalideres telah meninggal sejak 13 Mei 2022.

Hal ini terungkap dari keterangan salah satu saksi yang berasal dari salah satu petugas koperasi simpan pinjam (KSP). Pada bulan Mei, saksi hendak memproses gadai sertifikat dan datang ke rumah tersebut.

Identitas saksi diketahui setelah petugas memeriksa ponsel korban. Saat terakhir diketahui korban kerap berkomunikasi dengan saksi.

“Akhirnya kita memperoleh tiga orang saksi penting dalam proses penyelidikan kami. Ternyata satu orang (saksi) ini adalah mediator jual beli rumah, kami tidak sebutkan namanya,” ujar Hengki dalam keterangannya, Selasa (22/11/22).

Hengki menjelaskan, Budyanto Gunawan diduga menyerahkan langsung sertifikat asli rumah atas nama Renny Margaretha Gunawan, istri Rudy untuk digadaikan. Diketahui rumah yang menjadi TKP diketahui hendak dijual seharga Rp 1,2 miliar, namun belum ada yang membeli.

“Pada saat itu pegawai koperasi simpan pinjam itu tertarik mengingat lokasi perumahan ini memiliki NJOP yang tinggi. Sedangkan pembayaran untuk simpan pinjam itu maksimal 50 persen dari NJOP, rumah maupun tanah,” katanya.

Kecurigaan petugas koperasi, kata Hengki, bermula saat ia dan dua orang lainnya datang ke rumah. Mereka yang datang untuk mengecek keaslian sertifikat mencium bau busuk di rumah tersebut, namun Budyanto berdalih bau berasal dari selokan.

Anak Renny, Dian mengatakan ke petugas koperasi jika ibunya sedang tidur. Karena sertifikat atas nama Renny, petugas harus mengecek apakah proses penggadaian sudah sepengetahuan Renny.

Dian saat itu mengatakan, ibunya sedang tidur dan meminta untuk tidak menyalakan lampu kamar, dengan alasan Renny yang sensitif cahaya. Saat saksi masuk ke kamar, bau busuk semakin menyengat.

“Pada saat dibangunkan untuk mengecek sertifikat ini, (Renny) dipegang-pegang agak lembut, curiga. Tanpa sepengetahuan Dian, pegawai koperasi simpan pinjam ini menghidupkan flash HP-nya,” katanya.

Saksi yakin saat itu Renny sudah dalam keadaan tak bernyawa. Sontak saksi langsung berteriak.

“Begitu dilihat, langsung yang bersangkutan berteriak takbir, ‘Allahu Akbar! Ini sudah mayat!’ Di tanggal 13 Mei,” jelas Hengki. (Tp)


Tinggalkan Komentar