Telusur.co.id - Oleh : As’ad Khoirul Annas, mahasiswa prodi Ekonomi Islam Universitas Jember (Unej)
Anggapan bahwa alam tercipta untuk memenuhi kebutuhan manusia haruslah segera diberantas, karena hal ini sangat berdampak pada eksploitasi yang mengakibatkan kerusakan lingkungan fatal. Manusia kini melupakan hal-hal yang mendasar bahwasanya dirinya bukanlah pemilik alam melainkan bagian dari alam.
Manusia hanyalah salah satu spesies di antara spesies spesies lainya, yang di mana dalam setiap spesies mempunyai hak untuk eksis atas dirinya masing-masing termasuk tumbuhan tanpa memperdulikan apakah berguna bagi manusia atau tidak.
Keberagaman spesies ini merupakan hal penting dalam kehidupan manusia serta makhluk lainya guna menjaga keseimbangan ekosistem alam.
Namun hal ini sangat bertentangan dengan sistem kapitalisme yang meyakini bahwasanya manusia memilik sumber daya alam dengan kepemilikan pribadi guna dieksploitasi untuk meraup keuntungan dan bahkan mereka percaya bahwasanya dapat memiliki manusia yang lain.
Banyaknya konflik kerusakan lingkungan yg di sebabkan dari pola produksi kapitalisme, yang di mana berorientasi pada keuntungan ini tidak bisa didiamkan begitu saja.
Karena sistem keuntungan dalam ini bersifat mengambil lebih banyak dari yang diberikan (membayar buruh lebih rendah dari angka yang sudah diproduksi). Hal ini berbanding terbalik dengan hukum alam yang berpacu pada keseimbangan antara mengambil dan memberi.
Jika dibedah jauh dalam lagi sejatinya mereka tidak hanya memeras kuntungan dari para buruh atau pekerja melainkan juga memeras alam tanpa mempertimbangkan resiko -resiko yang akan terjadi.
Namun jika pola produksi dan konsumsi didasarkan pada batas alamiah kesuburan bumi, maka ketersediaan SDA tidak akan ada habisnya.
Adapun perluasan-perluasan lahan yang dilakukan perusahaan dengan buldoser-buldoser itu merupakan musuh bersama bagi kita, guna menjaga keseimbangan alam.
Terlebih lagi hal ini juga berkontradiksi dengan hal-hal yang ada di dalam sosialisme karna sejauh saya memandang dalam sosialisme masih belum menemukan terkait pembahasan-pembahasan ekologi yang kongkrit pada pola produksi mreka.
Pembahasan yang ada di dalamnya hanyalah sampai pada proses pendistribusian. Namun prinsip dasar produksi pada ideologi yang berbau kiri berdasar pada “produksi untuk kegunaan bukan keuntungan”. Sehingga memiliki dampak yang lebih kecil dari pada kapitalisme.
Namun hal ini juga bukan solusi seutuhnya. Kita masih harus redefinisi nilai -nilai yang belum mempertimbangkan unsur ekologi baik dalam sosialisme dan sebangsanya ataupun kapitalisme.
Perusahaan-perusahaan besar merupakan penyakit utama dalam kasus ini, sebab perusahaan-prusahaan global berbeda dengan perusahaan kecil yang tujuan utamanya adalah menyediakan nafkah penghidupan bagi pemiliknya (UMKM).
Namun dalam perusahaan-perusahaan besar ini kini sudah melampaui batas kendali pemerintah pusat. Dan bahkan pemerintah pusat, seakan-akan bekerja untuk para perusahaan dengan adanya jual beli Undang-Undang, guna membuka jalan untuk terus melakukan ekspansi.
Adapun juga perlindungan dari pihak keamanan terkait aset yang mereka miliki, sehingga moncong senjata sudah bersiap guna memberantas orang -orang yang melakukan perlawanan terhadap perusahaan.
Adapun dalam industri modern ini, kita manusia semakin dijauhkan dan dikaburkan atas pemahaman kita adalah bagian dari bumi.
Maka pendidikan ekologi serta kesadaran akan hal-hal tersebut haruslah segera ditanamkan pada tiap manusia, agar kita dapat membangun gerakan yang revolusioner dalam mewujudkan keseimbangan alam. Dan kita dapat menghancurkan buldoser - buldoser itu.