Gibran Maju di Pilkada Solo, Kapitra: Bukan Dinasti Politik, Itu Hegemoni Genealogis - Telusur

Gibran Maju di Pilkada Solo, Kapitra: Bukan Dinasti Politik, Itu Hegemoni Genealogis

Politisi PDI Perjuangan, Kapitra Ampera. (Foto: telusur.co.id/Fahri).

telusur.co.id - Banyak pihak menilai bahwa majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wali Kota Solo di Pilkada 2020 merupakan upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) membangun dinasti politik. 

Namun, Politisi PDI Perjuangan Kapitra Ampera menepis anggapan tersebut. Menurut Kapitra, politik dinasti lebih identik dengan kerajaan, sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun-temurun dari ayah kepada anak atau kerabatnya. Sementara Gibran mengikuti kontestasi politik, dimana rakyat yang akan menentukan layak tidaknya dia menjadi pemimpin dan bukan ditunjuk langsung Presiden untuk menjadi kepala daerah.

"Kita kan bukan kerajaan. Dinasti politik itu kepemimpinan yang diturunkan kepada genealogis. Ini kan dipilih oleh masyarakat, partai hanya mencalonkan," kata Kapitra kepada wartawan, Minggu (26/7/20). 

"Kalau katakanlah bapaknya presiden, kan bapaknya nggak bisa mencalonkan. Berarti rekruitmen kepemimpinan itu kan melalui partai politik, partai politik hanya mencalonkan, yang memilih kan masyarakat. Kalau masyarakat menginginkan dia jadi pemimpin, nggak ada salahnya," sambungnya. 

Untuk itu, Kapitra menegaskan, langkah Gibran mengikuti jejak sang ayah yang pernah menjadi Wali Kota Solo, bukanlah dinasti politik melainkan hegemoni genealogis, dimana pengaruh kepemimpinan Jokowi ingin diikuti atau ditiru oleh putra sulungnya. 

"Itu bukan dinasti, itu hegemoni genealogis namanya, pengaruh kepemimpinan di atasnya menjadi modal buat menjadi pemimpin di bawahnya. Dan itu mau tidak mau," ucap dia. 

"Misalnya saya jadi pengacara, anak ikut jadi pengacara. Kalau saya jadi polisi, anak mau juga jadi polisi, kalau jadi tentara gitu juga dan sebagainya, itu hegemoni genealogis. Karena itu bisa juga merupakan gen, bisa jadi imitation theory, teori peniruan," jelas Kapitra. 

Terkait hal itu, Kapitra menyebut bahwa Gibran harus membuktikan bahwa dia mampu mengimbangi kepemimpinan Jokowi waktu di Solo. Jika tidak, maka akan menjadi catatan buruk dalam genealogi kepemimpinan Jokowi. 

"Tapi kan diuji oleh kualitas manusianya nanti, dia bisa aja meniru sesuatu tapi kualitasnya kan beda, bahasa milenialnya KW. Bisa nggak dia mengimbangi kepemimpinan di atasnya nggak tuh, kalau dia nggak bisa mengimbangi berarti bakal jadi catatan buruk dalam genealoginya," pungkasnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar