telusur.co.id - Gerakan Koperasi Credit Union Kalimantan Barat menolak Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) yang kini sedang dibahas pemerintah dan DPR.
Penolakan itu disampikan lewat pernyataan sikap oleh perwakilan empat Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yaitu Ketua Pengurus KSP Pusat Simpan Pinjam Bumi Borneo Marsianus Syarib, Ketua Pengurus KSP Puskop Credit Union Indonesia Marselus Sunardi, Ketua Pengurus Puskop Credit Khatulistiwa Stefanus Masiun, dan Ketua Pengurus KSP Puskopdit Kapuas Hendriyatmoko.
"Kami, Gerakan Koperasi Credit Union Kalimantan Barat menyatakan sikap sebagai berikut. Pertama, menolak sepenuhnya RUU PPSK Tahun 2022," bunyi pernyataan sikap tersebut, dalam keterangan yang diterima telusur.co.id, Kamis (17/11/22).
Gerakan Koperasi Credit Union Kalbar menganggap, RUU ini dalam pembentukannya telah cacat secara proses dengan mengabaikan azas penyusunan atau pembentukan UU. Yaitu tidak pernah melibatkan Gerakan Koperasi dan secara substansi telah melanggar prinsip-prinsip dasar Koperasi.
"Kedua, menolak segala bentuk diskriminasi dan ‘aksi polisionil’ terhadap gerakan Koperasi oleh pihak manapun," bunyi berikutnya.
Ketiga, mengundang para penyusun RUU PPSK tahun 2022 (Presiden RI dan Ketua DPR RI) untuk segera datang berdiskusi dengan Gerakan Koperasi Credit Union Kalbar.
Adapun beberapa alasan Gerakan Koperasi Credit Union Kalbar menolak RUU PPSK. Secara filosofis, bahwa koperasi merupakan self regulated organization yang menempatkan manusia lebih tinggi dibandingkan modal, supreme di atas modal dan material.
Koperasi merupakan organisasi berbasis orang (people-based association) yang berbeda dengan korporasi berbasis kumpulan modal.
Gerakan koperasi seluruh dunia mengakui bahwa prinsip otonomi dan demokrasi merupakan kekuatan masyarakat sendiri untuk mengatur diri sendiri (self help regulated).
Koperasi sejak tahun 2016 telah diakui oleh PBB sebagai warisan bukan benda (intangible herritage) yang merupakan gerakan menolong diri sendiri melalui kerja sama (self help through mutual).
Sedangkan alasan empiris sosiologis. Koperasi justru memiliki ketahanan (resiliance) karena diakui otonom dan cara kerja yang demokratis. Contoh di Jerman yang selama 90 tahun tidak pernah meminta dana talangan uang negara (bailout) padahal mereka adalah pembayar pajak juga.
Kenapa bisa? karena dengan demokrasi koperasi justru anggota turut mengambil tanggung jawab terhadap risiko bisnis yang itu berbeda dengan korporasi perbankan.
Adapun alasan yuridis, pertama koperasi sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan sesuai dengan demokrasi ekonomi seperti yang disebut dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Kedua, tidak adanya pengakuan terhadap Koperasi untuk mendapatkan fasilitas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu merupakan bentuk diskriminasi terhadap badan hukum Koperasi yang merupakan badan hukum ficta persona yang diakui oleh negara. Sehingga RUU PPSK tahun 2022 telah melanggar pasal 28 huruf b Undang Undang Dasar 1945.
Ketiga, perluasan kewenangan LPS menurut RUU PPSK tahun 2022 Bagian Ketiga Pasal 3A dan Pasal 4 yang memberikan penjaminan terhadap asuransi adalah merupakan bentuk ‘pelegalan perampokan’ uang negara untuk kepentingan para korporasi asuransi kapitalis.
Keempat, RUU PPSK tahun 2022 menjadikan kekebalan hukum terhadap pengambil kebijakan yang jelas melanggar konstitusi.
Kelima, bentuk intervensi terhadap Gerakan Koperasi adalah pelanggaran terhadap otonomi dan demokrasi Koperasi (Pasal 191, pasal 298-305 RUU PPSK tahun 2022).
"Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan agar ditindaklanjuti demi menyelamatkan marwah koperasi Indonesia," tulis pernyataan sikap tersebut.[Fhr]