Oleh: Muslim Arbi

DPR jangan dikritik. Kalau anda kritik DPR, anda akan diancam dibongkar aib anda. DPR itu lembaga yang kebal kritik. Lembaga imun yang tidak boleh di kritik. Lembaga itu hanya patut disembah. Barangkali itu yang ada di benak tuan-tuan dan puan-puan di sana?

Sikap Anggota Dewan (DPR) yang ogah di kritik itu, watak arogan dan angkuh. Sikap itu adalah watak otoriter. Hanya mau menang sendiri. Tidak mau terima pendapat atau kritik rakyat. Apapun yang di lakukan Najwa Shihab (Mba Nana) itu adalah ekpresi suara rakyat di saat negara tertimpa musibah. Dan DPR mesti apresiasi atau berkaca diri atas kritikan-kritikan itu. 

DPR tidak saja hanya bisa dikritik, tapi kalau salah, dan melanggar, anggota dan bahkan ketua nya bisa di jebloskan ke penjara. DPR tidak punya hak imunitas atas itu. Kalau DPR lakukan perbuatan benar dan adil disembah. Jika tidak di tendang saja. Jangan kotori halaman Senayan dengan sikap-sikap yang tidak siap terima kritikan dan itu tidak cerdas (dungu, maaf). 

DPR sedang disorot atas RUU Omnibus Law dan Perppu no 1/2020. RUU Omnibus Law ditunda pembahasan karena berbagai tekanan, termasuk ancaman buruh untuk demo besar-besaran. Lain halnya Perppu dikebut. 

Perppu no 1/2020 disebut sebagian kalangan sebagai Perppu Corona. Ada pasal di Perppu Corona itu yang membolehkan perampokan uang negara. Tapi DPR ngotot menyetujuinya, hanya Fraksi PKS saja yang menolak. Mayoritas Fraksi di DPR menerima. Ini aneh, ada apa? 

Kok DPR seperti gerombolan penyamun? DPR itu mesti menjadi wakil rakyat yang mengontrol pemerintah kalau pemerintah betindak salah seperti pada Perppu pasal 27 itu. Publik sudah tahu hal itu. Dan sejumlah Tokoh, aktifis, akadenisi termasuk Penulis turut ajukan permohonan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konsitusi (MK). Tapi suara-suara kritikan, dan upaya ke MK itu DPR mau beradu cepat?

Kritikan dan upaya JR ke MK atas Perppu itu adalah hak demokrasi dan hak kositusional rakyat dalam mewujudkan kedaulatan rakyat, dan itu wajib didengar. Tapi DPR yang oleh seorang Ketua Umum Partai disebut sebagai wakil Partai itu mau berlomba menggolkan Perppu Corona yang berbahaya itu. 

Dalam soal Perppu ini DPR represntasikan diri sebagai wakil partai, dan bukan wakil rakyat. Kalau wakil rakyat, maka ada keharusan konsitusional bagi DPR untuk dengar suara rakyat. DPR yang hanya posisikan diri sebagai wakil partai dan bukan wakil wakyat. Maka DPR seperti itu dapat dianggap sebagai wakil golongan dan dianggap gagal menegakkan kedaulatan rakyat. DPR seperti itu dapat saja dibubarkan atas desakan rakyat, jika rakyat tidak mempercayainya lagi.

DPR mestinya punya kewajiban konsitusional untuk selamatkan keuangan negara yang terancam dibegal dalam pasal 27 Perppu itu. Rakyat berhak mencurigai jika DPR kebut untuk sahkan Perppu Corona itu. Jika disahkan perppu itu tanpa mengkaji ulang pasal 27 itu, DPR dapat dianggap berkomplot dalam kejahatan terhadap negara. Dan untuk itu saatnya DPR harus insyaf. Dan siap terima kritikan; apapun bentuknya demi kelangsungan negara dan bangsa ini ke depan.

Bulan Ramadhan ini, saatnya DPR benahi diri dan tafakkur. Agar berada di jalan yang benar. Jalan yang diridhoi dan bukan di jalan yang dimurkai. Nauzubillah

 

Penulis dalah Direktur Gerakan Perubahan (Garpu)