Demokrat Ingatkan Bahaya Laten PKI di Tengah Pandemi - Telusur

Demokrat Ingatkan Bahaya Laten PKI di Tengah Pandemi

Anggota DPR RI Fraksi Partao Demokrat, Bambang Purwanto. (Ist).

telusur.co.id - Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Bambang Purwanto menngatakan, wabah Covid-19 menyita perhatian banyak pihak tanpa kecuali karena berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga tanpa disadari ada bahaya yang mengancam eksistensi NKRI. 

"Akibat tanpa kepedulian semua pihak, gerakan PKI (Partai Komunis Indonesia) melenggang di antara kegaduhan masalah Covid-19. Hal ini terbukti lambang dan bedera PKI mulai muncul tanpa ada yang memperhatikan, dan bahkan sempat ada wacana ulang tahun PKI yang ke-100 juga tidak ada yang menghalau," kata Bambang dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, Rabu (27/5/20).

Padahal, kata dia, TAP MPRS no. XXV tahun 1966 telah menetapkan Ketetapan Tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran komunisme/marxisme- leninisme. 

"Berdasarkan TAP MPRS tersebut, jelas tidak ada ruang bagi PKI untuk bisa tumbuh di Indonesia, dan ketika mulai muncul jelas suatu pelanggaran konstitusi, ini juga luput dari perhatian semua pihak," terang Anggota Baleg DPR RI itu.

Lebih-lebih, lanjut dia, langkah berikutnya diduga akan masuk ke ranah yang lebih prinsip lagi ketika Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) tidak memasukan dalam konsideran tentang TAP MPRS no. XXV tahun 1966. 

Menurutnya, hal ini perlu dipertanyakan. Karena jelas bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara berdasarkan spirit agama, artinya juga menolak terhadap ajaran komunisme yang bersifat atheis, apalagi dalam RUU HIP pasal 6 ayat (1) memasukan Trisila dan ayat (2) memasukan Ekasila yang tentunya akan mendegradasi kemurnian Pancasila. Dalam sejarah, pada saat pembahasan dasar negara memang pernah ditawarkan akan tetapi yang dipilih dan disepakati pada saat itu adalah Pancasila. 

"Oleh karena itu kalau mau membahas Pancasila, tentunya jangan sampai mencampur adukan dengan Trisila maupun Ekasila karena akan merusak kemurnian Pancasila yang memiliki spirit agama dan lebih jauh bisa terseret kepada aliran komunisme," bebernya.

Mencermati kondisi seperti ini, lanjut dia, tentu semua pihak harus segera menyadari akan bahaya komunis yang akan mulai masuk ke ranah dasar negara. Lebih meyakinkan lagi ketika beberapa partai meminta utntuk memasukan TAP MPRS no XXV Tahun 1966 ke dalam konsideran tidak dihiraukan. Berarti, dia menilai, ada kekuatan di Parlemen yg mendukung penolakan tersebut. 

Dia menduga, gerakan ini tersusun secara sitematis mulai tahun 1998 yang menghapuskan film G 30 September, sehingga anak-anak tidak mengerti lagi tentang bahaya komunis (PKI). 

"Manakala kita cermati, mulai anak TK hingga sarjana yang lahir tahun 1980-an dapat dipastikan tidak tahu tentang PKI yang pada giliranya saat ini malah dianggap trend lambang PKI bagi anak-anak muda, kondisi seperti ini tentu sangat berbahaya," jelasnya. 

Kemudian, kata dia lagi, saat ini berlanjut yang saat ini mulai masuk ke dalam ranah konstitusi, tentunya dengan harapan untuk membuka ruang bagi gerakan kimunisme agar lebih leluasa.

"Kalau dugaan ini benar, berarti Parlemen telah lengah dan mengabaikan keberadaan TAP MPRS no. XXV tahun 1966. Sehingga mari kita segera menyadari kealpaan dan bahaya di hadapan kita, bahwa telah hadir bahaya laten komunis tanpa kita sadari bersama," pungkasnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar