telusur.co.id - Guru besar Hukum Universitas Borobudur Prof Faisal Santiago, berbincang soal hukum perampasan aset di Indonesia bersama Hakim MA, Prof Surya Jaya.
Dalam obrolan podcast youtube Borobudur Hukum Channel, Santiago melontarkan pertanyaan terkait mengapa indeks korupsi di Indonesia bukannya menurun, tapi tren meningkat.
Prof Surya tidak menampik hal tersebut. Untuk itu, Ia mendorong para mahasiswa S3 Hukum melakukan riset guna menghasilkan jurnal atau disertasi, apa variable yang mempengaruhi tren kenaikan itu.
"Tingkat kejahatan korupsi di Indonesia bukan semakin menurun , meski KPK, Kejaksaan, Kepolisian sudah melakukan sesuai kemampuan, tapi tren kejahatan korupsi meningkat, " ujar Surya, Selasa (20/4/2021).
Sehingga kembali diharapkan, perlu riset, kalau mau membuat undang-undang. Kalau mau membuat undang- undang perampasan aset buat dulu risetnya untuk menjadi naskah akademik nanti.
"Jadi kita bisa tahu sebabnya. Kalau kita hanya membedah hukum dari sudut undang-umdang gak akan menyelesaikan jadi harus melihat dr sudut lain. sudut perspektif sosiologi, perspektif budaya, ekonomi," bebernya.
Selanjutnya, riset-riset tersebut guna membantu pemerintah, DPR memberikan membangun wacana untuj bagaimana kalau membuat undang-undang perampasan aset dapat dilakukan.
Disinggung undang-undang di Indonesia sudah banyak, prof Surya menilai hal itu belum tentu efektif. Dalam berbagai perspektif undang-undang butuh beberapa parameter, termasuk salah satunya culture atau budaya.
"Jadi gimana budaya menjadi penopang ketaatan terhadap hukum. Nah ini jarang kita lakukan," tegasnya.
Perlu dicamkan tentang budaya malu. Pembaharuan hukum di Indonesia bukan sekedar membuat undang-undang, tapi bagaimana membangun culture.
"Saya yakin suara membangun culture tidak ada. Akan persoalan disitu. Harus ada internalisasi nilai-nilai aturan budaya. (fir)