telusur.co.id - “Kehebatan Indonesia bukan pada keragamannya. Sebab, keragaman itu takdir Tuhan. Hadirnya banyak etnis, bahasa dan budaya di Indonesia itu bukan kehendak dan hasil kemauan kita, tapi itu pemberian Tuhan. Karena itu, tidak bisa kita klaim sebagai kehebatan Indonesia. Kehebatan Indonesia itu ada pada persatuannya. Beragam tapi bersatu, ini baru hebat”. 

Begitu perkataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang dikutip Aktivis Tionghoa yang juga Koordinator koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma dalam keterangan yang diterima wartawan, Rabu (2/2/22).

"Beragam tapi bersatu, ini tidak mudah," ujar Lieus.

Jadi, kata Lieus, jika DPW PPP Jakarta bilang Anies adalah tokoh pembangunan dan persatuan, hal itu 100 persen benar. Pembangunan di Jakarta, sudah banyak perubahan dan kemajuan. Belum lima tahun, bisa dilihat Jakarta semakin rapi dan megah.

"Sebagai tokoh persatuan, memang Anies bawaannya sejuk. Kata Anies, "satu musuh kebanyakan. 1000 kawan terlalu sedikit'," ungkap Lieus.

"Karenanya, Anies tak pernah menanggapi setiap kali ada hujatan. Karena Anies cari temen, bukan cari musuh. Dengan begitu, Anies bisa persatukan rakyat," ungkap Koordinator Forum Rakyat ini.
Lieus menuturkan, sejak Anies terpilih jadi gubernur DKI, orang-orang Ahok tetap banyak yang dipertahankan. Termasuk Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang sekarang berurusan dengan KPK. Dia jadi dirut sejak era Ahok. Sejumlah dirut BUMD dan juga kepala dinas era Ahok, tetap dipakai Anies. Tidak ada yang dihabisi.

"Ini tandanya Anies profesional dan menghargai pendahulunya," terang Lieus.

Tak hanya itu, tambah Lieus  pembangunan tempat ibadah sekarang mudah. Vihara, gereja dan masjid, selama memenuhi syarat dan ikut aturan, bisa dibangun. Bahkan semua tempat ibadah, tanpa terkecuali, dapat bantuan 'uang bulanan'. Tak jarang Anies juga datang ke tempat-tempat ibadah itu.

"Seperti hari ini, Anies Datang ke Vihara Bio Hok Tek  Tjeng Sin di Jakarta Selatan," katanya.

"Sudahlah, gak usah tuduh-tuduh Anies dengan segala 'stigma politik identitas'. Anies jauh dari sikap itu. Keluarga, lingkungan pergaulan dan pendidikan Anies yang sejak SMA (pertukaran pelajar), S2 dan S3 di Amerika, boleh dibilang 'mustahal' kalau Anies bisa dipengaruhi oleh politik identitas," ujar Lieus yakin.

Menurut Lieus, kebetulan saja Pilgub 2017 lalu Anies yang menang. Seandainya AHY yang menang, maka 'tuduhan politik identitas' akan diarahkan juga ke AHY.

Lieus menilai, tuduhan dan stigma macam ini yang telah membuat kehidupan sosial-politik kita gerah dan aduh gak karuan.

"2017 sudah berlalu, begitu juga 2019. Saatnya semua kembali ke 'logika waras'. Otak itu akan waras kalau kita semua move on. Bengun dari masa lalu. Ayo bersatu dan bangkit," ajaknya.

Dikatakan Lieus, Anies telah menunjukkan semua kebijakannya yang jauh dari kesan sektarian dan mementingkan golongan tertentu. Anies memperlakukan semua warga DKI sama. Pendukung maupun bukan pendukung. Kulit kuning maupun cokelat. Bahasa Jawa, Sunda atau bahasa Batak. Aktivis gereja, masjid dan vihara, semua mendapat perlakuan yang sama. Gak dibeda-bedain.

"Ini baru pemimpin egaliter dan pluralis. Jarang-jarang kita punya pemimpin seperti dia. Kita 'wajib' mendukungnya sampai tuntas Anies menjalankan tugasnya di DKI," demikian Lieus. [Tp]