telusur.co.id - Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan yang dipimpin oleh Prof Sogar Simamora, melakukan kunjungan ke beberapa kampus World Class University Utrecht dan Leiden universiteit serta Universite Libre De Bruxelles, Business School of Goverment Brussels di Belgia.
Maksud tujuan kegiatan ini adalah melakukan studi banding mengenai hukum perjanjian, dalam rangka menyiapkan Penyusunan Draft RUU Perikatan.
Dimana kedua negara tersebut perkembangan pengaturan *law of obligation* (hukum perjanjian)-nya cukup bagus.
Para Guru Besar yang turut mendampingi Prof. Basuki Rekso Wibowo Dekan FH Universitas Nasional, Prof Faisal Santiago Direktur Pascasarjana Universitas Borobudur, Prof. Rahayu Hartini Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang, dan beberapa dosen dari beberapa Universitas, Dr.Sari Murti Dosen Tetap Universitas Atmajaya Yogyakarta, Dr. Sri Wahyu Jatmikowati Dosen Magister Kenotariatan Unair, Dr. Theresia Endang Dosen Tetap Universitas Gadjah Mada, Dr. Mardalena, Dosen Tetap Universitas Riau.
Beberapa mahasiswa program Doktoral Ilmu Hukum dari Universitas Airlangga yaitu Erni Agustin, Hilda Yunita, Rizky Amalia, Ami Raditya, Adisty Sitaresmi, Kukuh Pramono Budi juga hadir, dalam rangka melakukan riset untuk penulisan disertasi.
Turut serta pula Para Notaris yaitu Rora Rohaini, Sri Wahyu Jatmikowati, Dwi Wahyu Rahmawati dan juga dari Praktisi Advokat/Lawyer ikut turut serta yaitu Kukuh Pramono Budi yang sekaligus Pengurus DPN PERADI, untuk melihat bagaimana pelaksanaan hukum perikatan dan hukum perjanjian (law obligation) di kedua negara tersebut.
Studi banding ini diharapkan bisa membuat format ideal undang-undang perikatan, yang diinisiasi oleh Asosiasi Pemgajar Hukum Keperdataan (APHK) sebagai pemikiran pembaharuan hukum perikatan di Indonesia.
Hasil studi banding ini untuk komparasi hal hal utama yang akan diatur dalam rumusan draft RUU Perikatan ujar Prof Sogar Simamora, Ketua Umum APHK. Selain itu, sebagai kontribusi pemikiran untuk kebaikan dan kemajuan hukum perikatan adalah harapan dari APHK.
Perkembangan perikatan sangat maju dalam kegiatan bisnis serta kegiatan lain di tengah kehidupan masyarakat, sedangkan Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang Hukum Perdata peninggalan Belanda masih dipakai saat ini di Indonesia, padahal BW dibuat pada tahun 1847, tentu seiring jalan apalagi di tengah perkembangan teknologi dan digital di tengah masyarakat, perlu adanya pembaruan hukum perikatan.
“Jadi kami dari APHK mendorong agar Undang-undang perikatan bisa segera diwujudkan, salah satunya melakukan studi banding ke negara Belanda dan Belgia ini yang lebih maju mengenai hal perikatannya pungkas Prof Sogar.(fie)