telusur.co.id - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku sempat bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk melaporkan aksi kubu Moeldoko yang berupaya mengambil alih kepengurusan partainya.
Pertemuan AHY-Jokowi itu digelar tertutup berlangsung di Istana Bogor, Jawa Barat, pada 2021.
"Saya menjelaskan kepada beliau (Presiden Jokowi), dan beliau juga mengatakan bahwa beliau tidak tahu apa-apa ketika itu. Tetapi, saya menyampaikan bahwa ini telah terjadi dan KSP (Kepala Staf Kepresidenan) Moeldoko adalah bawahan Presiden Jokowi langsung,” kata AHY saat jumpa pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Jakarta, Jumat (11/8/23).
AHY melanjutkan, dia saat itu berharap ada langkah-langkah yang lebih menentukan diambil oleh Presiden manakala jajarannya terbukti melakukan perbuatan tidak etis.
“Tetapi, kami tidak masuk ke sana. Itu biarkan, kami juga tidak ingin mengutak-atik hak prerogatif Presiden. Tetapi, rakyat yang berbicara,” kata AHY.
Terlepas dari pertemuan itu, Mahkamah Agung pada Kamis (10/8) menolak permohonan dari kubu Moeldoko yang meminta majelis hakim meninjau kembali putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan nomor perkara No.487 K/TUN/2022 pada 29 September 2022.
MA menilai bukti baru (novum) yang dihadirkan para pemohon tidak menggugurkan pertimbangan hukum dari putusan pada tingkat kasasi itu.
Putusan di tingkat kasasi itu sejalan dengan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 35/B/2022/PT.TUN.JKT pada 26 April 2022 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Isi dari putusan itu menolak permohonan kubu Moeldoko yang menggugat Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.HH.UM.01.01-47. SK itu mengesahkan kepengurusan DPP Partai Demokrat pimpinan AHY sebagaimana hasil Kongres V Partai Demokrat pada 2020.
Kubu Moeldoko pada 2021 menggelar pertemuan tandingan yang menunjuk Moeldoko sebagai ketua umum dan Jhonny Allen sebagai sekretaris jenderal. Namun, Kementerian Hukum dan HAM RI menolak mengesahkan hasil pertemuan itu karena dokumen yang diserahkan tidak lolos verifikasi dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.[Fhr]