telusur.co.id - Penyusunan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian ditargetkan rampung pada Oktober 2022 dan di tahun 2023 dapat dibahas di DPR. Draf RUU yang saat ini tengah disusun nantinya menjadi pengganti dari UU Perkoperasian Nomor 17 Tahun 2012 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kita target tahun depan dibahas dan akhir 2023 bisa selesai, ditargetkan tahun ini legal drafnya selesai. Kami akan coba meakukan banyak FGD (focus group discussion) dengan berbagai pihak supaya ada dukungan," ujar Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM, Ahmad Zabadi dalam Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Usaha Anggota Koperasi Berbasis Kluster di Bogor, Jawa Barat, Jumat (29/7/22).
Zabadi menjelaskan, RUU Perkoperasian yang ada di DPR seharusnya sudah ketok palu di akhir 2019 lalu. Namun sampai saat ini masih tertunda dengan status carry over (pengalihan pembahasan).
Sayangnya, status carry over tersebut sudah habis masa berlakunya. Karena itu, diperlukan pembahasan draf baru dari awal.
Dalam RUU Perkoperasian ini, ada beberapa poin penting sebagai upaya perlindungan koperasi, seperti pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) independen yang khusus menangani koperasi.
Zabadi berharap, dengan adanya lembaga independen LPS dan OJK khusus koperasi, akan menjadikan koperasi lebih optimal dalam membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Koperasi juga nantinya akan dipandang sebagai sebuah entitas bisnis dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya.
Ke depan dia berharap keberadaan LPS dan OJK ini benar-benar terwujud dengan status independen dan tidak menginduk dengan lembaga pemerintahan yang ada.
"Jadi harus ada lembaga independen seperti OJK dan tidak boleh berada di bawah satu Kementerian atau Lembaga pemerintah. Sebab kalau di bawahnya itu seperti jeruk makan jeruk, independensinya ga ada," pungkas dia.
Di tempat yang sama Asisten Deputi Pengembangan SDM Perkoperasian dan Jabatan Fungsional KemenKopUKM, Nasrun Siagian menambahkan bahwa RUU Perkoperasian sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak.
Sebab dengan begitu akan lebih bisa memuluskan jalan agar penetapan UU yang baru bisa segera dilakukan. Ditegaskan bahwa saat ini KemenKopUKM sedang mengoleksi berbagai masukan dari multipihak agar terbentuk draf final yang komprehensif.
"Ini untuk mengantisipasi ketika sudah draf final sudah selesai nanti tidak banyak pertentangan atau sudah mengerucut. Jadi jangan sampai seperti dulu setelah diundangkan ada yang tidak setuju. Pembahasan itukan menggunakan anggaran negara yang sangat besar tentu kalau akhirnya dibatalkan kan sangat sia - sia," ulas Nasrun.
Dia membenarkan bahwa UU Koperasi yang lama sudah sangat tidak relevan terhadap perkembangan perkoperasian di Indonesia. Aspek perlindungan koperasi, pengawasan hingga pengembangan koperasi tidak diatur secara tegas di dalam UU yang lama tersebut. Oleh sebab itu RUU Koperasi menjadi modal utama untuk bisa membangun koperasi kembali bangkit.
"Kalau ada RUU ini tentu ada payung hukum terbaru, karena UU yang lama usia sudah tua sementara perkembangan zaman terus berjalan. Jadi harus sejalan antara regulasi dan realitas di lapangan. Sebab sering sekali perkembangan di lapangan masih mengacu pada aturan lama," tukas Nasrun.[Fhr]