Ada Politisasi 75 Pegawai KPK Nonaktif, Perilaku Kelompok Opotunis Yang Sandera KPK Demi Kepentingan Koruptor Big Fish? - Telusur

Ada Politisasi 75 Pegawai KPK Nonaktif, Perilaku Kelompok Opotunis Yang Sandera KPK Demi Kepentingan Koruptor Big Fish?

Koordinator TPDI Petrus Selestinus (FOTO : IST)

telusur.co.id - Pemberhentian 75 Pegawai KPK, telah dieksploitasi dan kapitalisasi oleh ICW, YLBHI, Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas dan Koalisi Guru Besar Anti Korupsi dll), sebagai perilaku oportunis, anomali (tabrak sana tabrak sini), tanpa mengindahkan "tata krama" atau "fatsun politik", diduga demi melindungi koruptor "big fish" yang dilindungi oleh Novel Baswedan dan lainnya.

Demikian disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia,  Petrus Selestinus,  Selasa (1/6/2021).

Menurut Petrus,  perilaku oportunis, melahirkan aksi-aksi yang mengarah kepada sikap-sikap "intoleran" terhadap pemerintah, antara lain menuntut pembatalan hasil TWK 1.271 yang sudah lulus, meminta penundaan pelantikan 1.271 Pegawai KPK menjadi ASN, menuntut pencopotan Firli Bahuri dari Ketua KPK, menyebut Presiden Jokowi sebagai penghancur KPK jika tidak melindungi 75 Pegawai KPK nonaktif.

"Sikap Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas dan lainnya,  patut dicurigai sebagai upaya untuk menutup-nutupi praktek penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi (big fish), yang sesungguhnya, sehingga Novel Baswedan dan kawan-kawan. harus dipertahankan atas nama dan dengan cara apapun juga di KPK.

DIPERLUKAN AUDIT FORENSIK

Perlu dilakukan "Audit Forensik" sambung Petrus,  terhadap penanganan kasus korupsi besar yang penyidikannya dilakukan oleh tim penyidik Novel Baswedan dan kawan-kawan. sejak KPK dipimpin Busyro Muqoddas, Abraham Samad hingga Agus Rahardjo, yang materinya dapat ditelusuri melalui putusan-putusan perkara tindak pidana korupsi yang berkekuatan hukum tetap dan BAP Penyidikan dan penuntutan di KPK.

"Dengan Audit Forensik terhadap beberapa putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap, seperti dalam putusan kasus korupsi Bank Century, Hambalang, Travel Cheque Pemilihan Deputi Gubernur BI, e-KTP, dan lainnya,  akan nampak sejumlah nama besar disebut sebagai pelaku "turut serta" tetapi tidak dikembangkan, malahan masuk dalam bunker pengamanan Novel Baswedan dkk. di KPK sebagai perkara dark number.

Praktek dimana penanganan tindak pidana korupsi, ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi (big fish) yang sesungguhnya, sudah diantisipasi di dalam UU Tentang KPK, namun ketentuan ini hanya ditujukan kepada Penyidik Polri dan Kejaksaan, sedangkan untuk sebaliknya tidak bisa diambilalih.

"Ini lah yang membuat misi KPK stagnan, kesalahan terbesar KPK selama ini adalah menempatkan Novel Baswedan dan kawan-kawan. sebagai kelompok yang membawa sukses besar KPK memberantas korupsi, padahal tidak demikian, justru KPK di era Busyro Muqoddas dan lainnya., Abraham Samad, hingga di era Agus Rahardjo, gagal menjalankan misi besar KPK, " pungkasnya .


Tinggalkan Komentar